DPR Wanti-wanti Kemensos Berikan Bantuan tak Charity Based Seperti Sinterklas
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
Jakarta, VIVA -Â Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Fikri Faqih mewanti-wanti Kementerian Sosial (Kemensos) agar tidak memberikan bantuan ke masyarakat berbasis amal karena rasa kasihan.
Menurutnya, mekanisme pemberian bantuan untuk kemiskinan dengan cara tersebut sama seperti yang dilakukan sinterklas.
Hal itu disampaikan Abdul Fikri dalam rapat kerja Komisi VIII bersama Menteri Sosial, Saifullah Yusuf alias Gus Ipul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 12 November 2024.
"Tadi sudah disampaikan, bahwa kayaknya kementerian ini harapan untuk pemerintah ke depan sukses atau tidak, karena sandarnya adalah kemiskinan. Mungkin secara keseluruhan kemiskinan ini banyak sekali skema, tapi yang saya pernah mengikuti di sini, Komisi VIII, katanya itu memang pendekatan charity based. Jadi kayak sinterklas, kita hanya bagi-bagi," katanya.
Abdul Fikri menilai, sistem bantuan charity based rawan dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
"Makanya tadi dimanfaatkan untuk money politik, pemilu, pilkada, dan sebagainya. Karena pendekatannya, pendekatan sinterklas. Kita jadi orang kaya, mengasih ke orang miskin begitu," ungkap dia.
Dia menilai sistem tersebut perlu dievaluasi, apakah efektif atau tidak membantu masyarakat. Jangan sampai bantuan yang diberikan membuat masyarakat ketergantungan.
"Itu nampaknya perlu dievaluasi, efektif atau tidak, jadi konsepnya dulu kalau enggak salah ibu menteri yang dulu tahun 2014, pakai conditional cash transfer (CCT). Ini apakah efektif atau tidak. Kalau menurut saya, ini kan tadi sudah ada kajian yang ketergantungan penerima bansos," tuturnya.
Lebih lanjut, Abdul Fikri memberikan contoh idealnya bantuan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. Misalnya, diberikan kepada disabilitas agar bantuan yang diberikan membuat mereka bisa berkembang.
"Tapi cara penanggulangan menurut saya pas seperti pendekatan ke penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas itu bahkan sekarang tidak hanya sekolah khusus eksklusif hanya penyandang saja, bahkan inklusif dibarengkan dengan yang lain, karena dia punya haknya," ujarnya.
Ia berharap, bantuan yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Sosial kepada masyarakat sesuai dengan haknya, bukan atas pertimbangan rasa kasihan.
"Sehingga itu karena hak, bukan karena kasihan. Pendekatan ini nampaknya harus didetailkan dalam program, sehingga nanti tidak disalahgunakan untuk kepentingan pemilihan dan sebagainya. Karena dia pilih siapa pun, karena dia punya hak, ya dia harus dikasih," imbuh dia.