Hasil Mudzakarah Terkait Hukum Gunakan Nilai Investasi BPIH sampai Hukum Dam di Luar Tanah Haram
- Dok. Kemenag
Bandung, VIVA – Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Mudzakarah Perhajian Indonesia Tahun 2024 untuk membahas isu-isu krusial yang akan menjadi dasar kebijakan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2025 atau 1446 H.
Mudzakarah Perhajian Indonesia yang berlangsung di Bandung pada 7–9 November 2024 itu berakhir dengan menghasilkan sejumlah keputusan hukum terkait penyelenggaraan ibadah haji.
Mudzakarah Perhajian Indonesia diikuti sejumlah ahli fikih dari sejumlah ormas, akademisi, dan praktisi haji. Giat ini juga diikuti oleh para Kepala Kanwil Kemenag dan Kepala Bidang pada Kanwil Kemenag Provinsi.
Ada tiga isu utama yang dibahas, yaitu: hukum menggunakan nilai manfaat hasil investasi dana setoran awal (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji/BPIH) untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jemaah lain, skema tanazul (meninggalkan) mabit di tenda Mina, serta hukum menyembelih dan mendistribusikan hewan dam di luar tanah haram.
1. Hukum Penggunaan Hasil Investasi Penyelenggaraan Ibadah Haji
Hukum memanfaatkan hasil investasi Setoran Awal BPIH calon jemaah haji untuk membiayaipenyelenggaraan ibadah haji jemaah lain adalah mubah,” ujar KH Aris Ni’matullah di Bandung, Sabtu 9 November 2024 yang dikutip dalam keterangan resminya.
Menurut KH Aris Ni’matullah, penentuan persentase besaran pemanfaatan Hasil Investasi Setoran Awal BPIH itu, harus didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan baik bagi jemaah haji masa tunggu (waiting list) maupun jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan.
“Presentasi pemanfaatan juga harus memastikan sustainabilitas dana haji dalam jangka panjang sehingga memberikan jaminan keamanan hak-hak jemaah haji daftar tunggu dan keringanan jemaah haji yang akan berangkat pada tahun berjalan,” tegasnya.
“Pemerintah (BPKH) memiliki kewenangan mengelola secara penuh dana setoran awal BPIH, dengan tetap mempertimbangkan prinsip syari’ah, skala prioritas, kehati-hatian, dan maslahat yang terukur,” sambungnya.
Rekomendasinya adalah mendorong BPKH agar terus melakukan terobosan investasi dan pengelolaan keuangan haji sehingga dapat memberikan kemaslahatan sebesar-besarnya bagi jemaah haji
2. Hukum Tanazul Mina
Terkait Tanazul di Mina, Mudzakarah Perhajian Indonesia memutuskan bahwa untuk mengurangi kepadatan di area Mina serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi jemaah sakit, lansia, resiko tinggi, disabilitas, pendamping serta para petugas yang mengurus jemaah diberikan keringanan meninggalkan (tanazul) mabit di Mina dan kembali ke hotel tempat tinggalnya di Makkah.
“Jemaah sakit, lansia, resiko tinggi, disabilitas, pendamping dan petugas yang mengurus jemaah adalah berstatus udzur, maka ketika meninggalkan (tanazul) mabit di Mina, hajinya sah dan tidak dikenakan dam,” sebut KH Aris Ni’matullah.
Adapun rekomendasinya, Pemerintah agar menjalin kerjasama dan komunikasi secara intensif dengan pihak Arab Saudi untuk mewujudkan keamanan, kenyamanan dan kelancaran pelaksanaan Tanazul Mina
3. Hukum Penyembelihan dan Pendistribusian daging Dam di luar Tanah Haram
Berkenaan Dam, Mudzakarah Perhajian Indonesia menyebutkan bahwa penyembelihan dan pembagian daging hadyu/dam di luar tanah haram termasuk di tanah air, hukumnya boleh dan sah.
Mudzakarah merekomendasikan Pemerintah membuat pedoman tata kelola Dam Jemaah haji dan memasukkan ketentuan penyembelihan dan pembagian daging hadyu/dam di luar tanah haram termasuk di tanah air.
“Pemerintah mensosialisasikan hasil putusan ini kepada jemaah haji melalui berbagai forum pertemuan/sosialisasi dan bimbingan manasik haji baik yang dilakukan Pemerintah maupun KBIHU," bebernya.
Sehingga jemaah atau petugas haji dapat mempedomani ketentuan Penyembelihan dan pembagian daging hadyu/dam di luar tanah haram termasuk di tanah air.