KPK soal Keberadaan Gubernur Kalsel: Sudah Dicari ke Kantor hingga Rumah
- VIVA/Eduward Ambarita
Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan bahwa sampai dengan saat ini keberadaan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor alias Paman Birin belum diketahui. KPK pun masih mencari keberadaannya.
Padahal, Sahbirin Noor juga tengah mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait dengan keabsahan penetapan tersangka yang dilakukan KPK.
"KPK menyampaikan, hingga saat persidangan ini berlangsung, SHB tidak diketahui keberadaannya, meskipun KPK telah melakukan upaya pencarian ke beberapa lokasi," ujar Anggota Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu 6 November 2024.
Budi menjelaskan bahwa Paman Birin juga sudah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Namun tak kunjung muncul.
"Meskipun KPK telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi yang diduga merupakan tempat persembunyiannya, antara lain di kantor, rumah dinas, maupun rumah pribadinya," kata Budi.
KPK sudah mengumumkan penetapan tersangka Paman Birin pada 8 Oktober 2024 bersama dengan enam orang tersangka korupsi lainnya. Enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka bersama Paman Birin kini sudah ditahan KPK.
Enam orang itu mulanya terlibat operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Paman Birin jadi tersangka karena orang kepercayaannya buka mulut setelah terjaring OTT KPK.
"Sampai saat ini SHB tidak dalam status Tahanan, namun SHB selaku Gubernur Kalimantan Selatan tidak melakukan aktivitas sehari-hari di kantor sebagaimana tugas dan tanggung jawabnya," tukasnya.
Diketahui, tujuh orang tersangka itu yakni Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, Ahmad Solhan (Kadis PUPR Kalimantan Selatan), Yulianti Erlynah (Kabid CK Dinas PUPR Kalimantan Selatan), Ahmad (Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam), Agustya Febry Andrean (Plt Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan), Sugeng Wahyudi (swasta), dan Andi Susanto (swasta). Meski begitu, Sahbirin Noor belum ditahan oleh KPK.
KPK baru menahan enam orang tersangka dari tujuh. Dari kelima tersangka yang berasal dari penyelenggara negara yakni diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Untuk dua tersangka dari pihak swasta dinilai telah melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang.