MA Kabulkan PK Mardani Maming, Hukuman Dikorting Jadi 10 Tahun Penjara
- Antara
Jakarta, VIVA – Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh terpidana kasus korupsi Mardani H. Maming. Lantas, hukuman badan Mardani Maming kini jadi lebih rendah dibanding vonisnya.
MA mengabulkan PK Mardani Maming. Dia kini mendapat hukuman hanya 10 tahun penjara dari vonis 12 tahun.
“Mengadili: Mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali dari pemohon Peninjauan Kembali/terpidana Mardani H. Maming tersebut; - Membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 3741 K/Pid.Sus/2023 tanggal 1 Agustus 2023,” bunyi amar PK Mardani Maming dikutip dari Kepaniteraan MA, Selasa 5 November 2024.
Perkara Maming itu telah teregister dengan nomor perkara: 1003 PK/Pid.Sus/2024. PK itu diadili sekaligus diperiksa oleh ketua majelis Prim Haryadi dengan hakim anggota Ansori dan Dwiarso Budi Santiarto.
Kemudian, panitera penggantinya yakni Dodik Setyo Wijayanto. Putusan dibacakan pada Senin, 4 November 2024. Adapun usia perkara ini 120 hari.
Semula PK Mardani Maming di MA diketuai oleh Sunarto, namun digantikan. Pasalnya, kini Sunarto sudah dilantik menjadi Ketua MA.
Sekedar informasi, Mardani H Maming yang terseret kasus suap dan gratifikasi Rp118 miliar dari pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) milik pengusaha (alm) Henry Soetio, beberapa kali mengajukan banding dan kasasi.
Pada 10 Februari 2023, majelis hakim Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Kalsel yang dipimpin Heru Kuntjoro, memvonisnya bersalah dan mengganjarnya 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta. Selain itu, Mardani diwajibkan membayar uang pengganti Rp110.601.731.752 (Rp110,6 miliar).
Tak terima dengan putusan itu, Mardani H Maming dan jaksa KPK sama-sama mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin. Kali ini, jaksa KPK yang menang. Hukuman Mardani diperberat menjadi 12 tahun. Tak terima lagi, Mardani H Maming mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), namun ditolak.
Dari rekam jejak hukum ini, jelas sekali bahwa pandangan hukum yang digunakan para hakim di pengadilan tingkat pertama hingga kasasi, adalah sama. Bahwa Mardani H Maming memang menerima suap dan gratifikasi.
Kasus korupsi IUP yang menyeret Mardani H Maming berawal pada 2010. Mardani berkenalan dengan (Alm) Henry Soetio, Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) yang tertarik berbisnis batu bara di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Kala itu, Mardani H Maming menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu, Kalsel. Beberapa kali keduanya bertemu. Hingga pertengahan 2010, Mardani mengenalkan Henry dengan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi Sutopo.
Dalam pertemuan itu, Mardani memerintahkan Dwidjono membantu Henry terkait pengurusan IUP batu bara PT PCN. Selanjutnya, Dwijono menjalankan perintah Mardani dengan cara mengalihkan IUP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL).
Muncul surat peralihan IUP dari BKPL ke PCN yang ditetapkan melalui surat bernomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010. Disahkan dengan Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 yang ditandatangani Mardani H Maming.