Pengamat Nilai Penangkapan Tom Lembong Kental Muatan Politis, Ini Alasannya
- Ist
Jakarta, VIVA – Pengamat Politik FHISIP Universitas Terbuka, Insan Praditya Anugrah menilai penangkapan Tom Lembong oleh Kejaksaan Agung sulit dilepaskan dari muatan politis.
Menurut Insan, sulitnya lepas dari muatan politis lantaran penunjukan PT. AP, sebagai pihak swasta yang mengelola impor gula, tak hanya Tom Lembong, akan tetapi melibatkan banyak pihak.
"Melihat keterangan penasehat hukum Tom, bahwa yang dikatakan kerugian negara karena penunjukan PT. AP dalam kebijakan Impor gula saat itu ternyata bukan keputusan Tom Lembong seorang. Apabila hanya Tom Lembong yang seolah ditarget Kejagung, maka semakin kental motif politiknya ketimbang penegakan hukum,"Â kata Insan dalam keterangan resmi yang diterima Selasa, 5 November 2024.
Sehingga menurut Insan, yang bertanggungjawab atas penunjukkan PT. AP, Menteri BUMN dan Direktur PT. PPI juga turut memiliki andil, sehingga bukan hanya Menteri Perdagangan saja.
Insan pun mempertanyakan mengapa Kejaksaan tidak mengusut Menteri BUMN dan direktur PT. PPI saat itu yang memiliki andil menunjuk PT. AP sebagai pihak swasta. "Hal semacam ini semakin membuat publik mengaitkan dengan isu penjegalan langkah Tom di politik praktis," kata insan.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Agung menetapkan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus korupsi penyalahgunaan wewenang impor gula pada selasa, 29 Oktober 2024.
Selain Tom Lembong, Kejagung juga menetapkan tersangka lain yakni Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Charles Sitorus.
Pada Senin 4 November 2024, Tom Lembong resmi mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan tersebut sudah diajukan ke PN Jakarta Selatan pada Selasa 5 November 2024.
"Tim Penasihat Hukum Thomas Trikasih Lembong telah mengajukan permohonan praperadilan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," ujar Kuasa Hukum Tom, Ari Yusuf Amir kepada wartawan di Jakarta Selatan.
Ari Yusuf Amir mengatakan bahwa gugatan tersebut diajukan ke PN Jakarta Selatan karena menilai penetapan tersangka dari Kejagung ada kejanggalan. Salah satunya yakni kurangnya bukti permulaan saat penetapan tersangka.