DPR Bakal Kaji Usulan soal UU Ketenagakerjaan Baru Bareng Pemerintah
- Partai Golkar
Jakarta, VIVA – Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir angkat bicara soal perintah Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta DPR untuk menyusun Undang-undang Ketenagakerjaan baru terpisah dari UU nomor 6 Tahun 2023 tentang Ciptaker. Terkait hal ini, Adies menyebut pihaknya akan mengkajinya bersama pemerintah.Â
"Kalau terkait dengan undang-undang kan itu persetujuan antara pemerintah dan DPR. Jadi harus ada pembicaraan dulu antara pemerintah dan DPR, ada kajian kajian akademis dan lainnya," kata Adies kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat, 1 November 2024.
Adies melanjutkan, pembuatan undang-undang baru juga harus disesuaikan dengan tujuan pemerintahan ke depan. Apakah sesuai atau tidak dengan visi-misi dari Presiden RI Prabowo Subianto.
"Tapi kita juga akan lihat konteksnya seperti apa dan apa yang harus kita undang-undang seperti apa yang harus kita goal kan. Sejalan atau tidak dengan program pemerintahan yang baru Pak Prabowo Subianto," tutur dia.Â
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Partai Buruh terkait Undang-undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker). MK meminta agar pembentuk Undang-undang, yaitu DPR RI membuat UU baru terpisah dari UU nomor 6 Tahun 2023 tentang Ciptaker
Dalam petitumnya, Partai Buruh menggugat 71 poin pasal dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Ciptaker.Â
Sementara, isu yang di angkat oleh Partai Buruh dan para serikat kerja terkait tenaga kerja asing (TKA), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) untuk pekerja kontrak, outsourcing atau pekerja alih daya, cuti, upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan isu pesangon.
"Pembentuk Undang-undang segera membentuk Undang-undang Ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam UU 6/2023. Dengan Undang-undang baru tersebut, masalah adanya ancaman ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan materi/substansi Undang-undang Ketenagakerjaan dapat diurai, ditata ulang dan segera diselesaikan," ujar Hakim MK, Enny Nurbaningsih dalam sidang, dikutip Jumat, 1 November 2024.
MK memberikan waktu maksimal dua tahun kepada pembentuk undang-undang untuk merampungkan UU Ketenagakerjaan yang baru. MK juga mengingatkan agar pembuatan UU tersebut harus melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja maupun buruh.
MK menjelaskan, pembuatan UU ketenagakerjaan yang baru diperlukan karena UU Ketenagakerjaan yang lama sudah tidak utuh. Pasalnya, sebagian materi atau substansi UU Ketenagakerjaan telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK dalam perkara uji materi terdahulu.
Selain itu, secara faktual, UU Ketenagakerjaan telah diubah dengan UU Cipta Kerja. Akan tetapi, menurut MK, tidak semua materi atau substansi UU Ketenagakerjaan diubah oleh pembentuk undang-undang.
MK juga meminta agar UU Ketenagakerjaan yang baru harus menampung materi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja, sekaligus menampung substansi dan semangat sejumlah putusan MK yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.