Saksi Mahkota Blak-blakan Alasan PT Timah Tak Garap Wilayah IUP Miliknya Sendiri

Sidang kasus korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tipikor Jakarta
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA – Mantan Direktur Operasional PT Timah Alwin Albar dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis pada Rabu 30 Oktober 2024.

Perbedaan Data Kerugian Lingkungan Kasus Korupsi Tata Niaga Timah Sorot Perhatian di Persidangan

Dalam sidang tersebut, Alwin dimintai keterangan mengapa PT Timah melibatkan masyarakat dalam aktivitas pertambangan rakyat dan menggandeng smelter swasta untuk mengolah bijih timah. Padahal, pertambangan dilakukan di area yang masih masuk dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah.

Secara garis besar, Alwin menjelaskan, ada dua alasan mengapa ada sejumlah area tambang yang tak digarap sendiri oleh PT Timah meski area tersebut berada di wilayah IUP miliknya. Pertama adalah masalah kepemilikan lahan, kedua adalah masalah efisiensi.

Tanggapan Pihak Eks Bos Timah soal Kesaksian Auditor BPKP di Sidang Korupsi Timah

Dalam urusan lahan, Alwin menjelaskan, ada area-area yang secara status kepemilikan lahan berada di bawah kepemilikan masyarakat secara sah meski masuk dala wilayah IUP PT Timah. Agar pertambangan di area tersebut bisa dilakukan, PT Timah harus terlebih dahulu membebaskan lahan dari masyarakat agar memenuhi prinsip Clear and Clear (CnC).

Harvey Moeis Sidang Lanjutan Kasus Korupsi Timah

Photo :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa
Melanjutkan Tren Positif Hilirisasi Melalui Asta Cita

Alwin lantas ditanya, mengapa PT Timah tidak membebaskan saja lahan tersebut dari masyarakat?

"Masalahnya, masyarakat mau jual (tanahnya) nggak? Kan mereka belum tentu mau jual," tutur dia.

Tantangan tersebut dijawab PT Timah dengan melakukan kemitraan dengan masyarakat pemilik lahan untuk melakukan pertambangam.

Dari sana, muncul lah kebijakan agar kerja sama dengan penambang rakyat dilakukan lewat badan hukum berbentuk CV dengan pola kemitraan. CV didirikan oleh masyarakat pemilik lahan yang berada di wilayah IUP PT Timah.

Dengan pola kemitraan ini, masyarakat penambang rakyat dan pemilik lahan di bawah naungan badan hukum berbentuk CV, melakukan pertambangan yang hasilnya dibeli oleh smelter swasta yang sudah bekerja sama dengan PT Timah.

Lewat pola ini, tercipta ekosistem yang lebih tertata agar timah yang ditambang oleh masyarakat di wilayah IUP PT Timah tidak diperdagangkan secara ilegal. Di sisi lain para pemilik lahan yang lokasinya berada di wilayah IUP PT Timah tetap mendapatkan hak ekonomi atas lahan yang mereka miliki.

Selanjutnya, Alwin menceritakan alasan mengapa PT Timah kala itu menggandeng smelter swasta dalam memproses bijih timah yang diproduksi penambang rakyat.

"Karena biaya pengolahannya lebih murah," sebut dia.

Pernyataan Alwin sejalan dengan keterangan saksi dalam beberapa persidangan sebelumnya. Dimana pernah diungkap, biaya yang harus dibayarkan PT Timah ke smelter swasta total sebenarnya adalah US$ 4.000/Ton. Biaya itu termasuk peleburan, pengangkutan dan biaya lainnya. 

Sementara, untuk komponen biaya yang sama, total biaya yang harus dikeluarkan PT Timah untuk melakukan produksi adalah mencapai US$ 6.000/ton.

Adapun Alwin menegaskan, seluruh aktivitas dan keputusan bisnis yang diambil direksi dan pejabat PT Timah kala itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dan dalam pengawasan lembaga berwenang dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Intinya waktu tahun 2022 itu, semua temuan sudah (sesuai). Kecuali ada 3 piutang PT Timah dan anak usaha. Selebihnya sudah sesuai dengan rekomendasi BPK," imbuh dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya