MK Tegaskan Masa PKWT Tak Lebih dari 5 Tahun

Ilustrasi pekerja kantor
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

Jakarta, VIVA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Partai Buruh terkait Undang-undang (UU) Cipa Kerja (Ciptaker). Adapun salah satunya MK menegaskan masa waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tidak lebih dari lima tahun.

Saldi Isra dan Arief Hidayat Dilaporkan ke MKMK atas Dugaan Pelanggaran Etik

Dalam petitumnya, Partai Buruh menggugat 71 poin pasal dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Ciptaker. 

Sementara, isu yang di angkat oleh Partai Buruh dan para serikat kerja terkait tenaga kerja asing (TKA), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) untuk pekerja kontrak, outsourcing atau pekerja alih daya, cuti, upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan isu pesangon.

Dugaan Kecurangan di Pilkada Jayawijaya Dilaporkan ke MK

Ilustrasi aktivitas pekerja di kantor. (Unsplash.com/charlesdeluvio)

Photo :
  • vstory

"Menyatakan Pasal 56 ayat 3 dalam Pasal 81 angka 12 UU 6/2023 yang menyatakan “Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditentukan berdasarkan perjanjian kerja” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama lima tahun termasuk jika terdapat perpanjangan'," kata Hakim MK bacakan amar putusan, dikutip Jumat, 1 November 2024.

KPU: Idealnya Kepala Daerah Dilantik Setelah 13 Maret 2025

Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga menetapkan rincian perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia.

"Menyatakan Pasal 57 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 13 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) yang menyatakan "Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat tertulis serta harus menggunakan secara Bahasa Indonesia dan huruf latin", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, 'Perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin'," ujarnya. 

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menekankan bahwa perjanjian kerja dibuat antara pihak pengusaha dan pihak pekerja atau buruh dalam kedudukan para pihak yang tidak seimbang. Pekerja atau buruh, kata MK, merupakan pihak yang berada dalam posisi yang lebih lemah.

Oleh karena itu, MK menyatakan jangka waktu PKWT penting untuk diatur di dalam undang-undang, bukan dalam peraturan turunan maupun perjanjian lainnya.

"Norma yang mengatur mengenai jangka waktu PKWT merupakan norma yang sangat penting untuk diatur dalam undang-undang, sehingga perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja atau buruh harus mendasarkan pada norma dalam undang-undang,” kata Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Sementara itu, terkait dengan penentuan secara definitif lamanya jangka waktu PKWT, MK sejatinya berpendirian bahwa hal tersebut termasuk ke dalam kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya