Putusan Mardani Maming Dinilai Sesat Hukum, Mahfud Md Serukan Kejaksaan Buka Lagi Perkaranya

Mardani H Maming
Sumber :
  • IST

Jakarta, VIVA - Kasus mantan penjabat eselon I Mahkamah Agung Zarof Rikard merupakan secuil kasus dari mafia peradilan di Indonesia yang sudah berjalan lama.

Kutuk Aksi Carok di Madura, Ulama Bangkalan Desak Proses Hukum segera Dilakukan

Kasus itu, menurut mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md, merupakan titik balik bagi pemerintah Indonesia untuk menegakkan kembali marwah hukum negara ini, mengingat kasus tersebut melibatkan sejumlah perkara yang sudah diputus sejak tahun 2012 hingga 2022. 

"Harusnya perkara ini ditelusuri, Kejaksaan harus buka lagi perkaranya. Kalau bisa disidang kembali, biar tidak ada korban yang dihukum karena hanya menjadi kambing hitam," ujarnya.

Cerita Mahfud MD Ditinggal Semua Pengawalnya saat Kasus Cicak vs Buaya, Hingga Akhirnya Dibantu Luhut

Zarof Ricar

Photo :
  • VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon

Ia menilai jika ada korban kambing hitam dalam sejumlah perkara yang terindikasi dalam kasus ini, jaksa bisa melakukan Peninjauan Kembali.

24 Tahun Bersahabat, Mahfud MD Ungkap Luhut Sering Kirim Duit Bulanan

Kasus tersebut membuka fakta banyaknya perkara yang selama ini ditangani Mahkamah Agung terindikasi diputus secara tidak independen dan sarat intervensi.

Perkara yang cukup jadi perhatian dampak dari kasus ini terkait dengan kesesatan putusan hakim yang mengorbankan kebenaran adalah kasus Mardani H Maming. 

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Romli Atmasasmita menyampaikan bahwa terdapat delapan kekeliruan serius dalam penanganan perkara Mardani H. Maming. 

Gedung Mahkamah Agung

Photo :
  • ANTARA FOTO

Ia menegaskan bahwa tuntutan dan putusan pemidanaan tidak didasarkan pada fakta hukum melainkan lebih didasarkan pada imajinasi penegak hukum.

"Proses hukum terhadap terdakwa bukan hanya menunjukkan kekhilafan atau kekeliruan nyata, tetapi merupakan sebuah kesesatan hukum yang serius," kata Romli, yang juga Ketua Tim Penyusun RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan RUU Pembentukan KPK.

Senada dengan Prof Romli, akademisi hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Dr Muhammad Arif Setiawan menilai kasus Mardani H Maming tanpa adanya bukti permulaan tapi sudah berstatus tersangka.

Hal ini menunjukkan kasus yang melibatkan mantan BPP HIPMI ini merupakan bukti kasus yang proses dan prosedurnya tidak benar. "Mungkin enggak, menetapkan tersangka pembunuhan padahal bukti matinya belum ada," ujarnya, dalam talk show di sebuah stasiun televisi swasta.

Dalam kasus ini ia melihat Mardani H Maming ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tanpa adanya kepastian audit kerugian negara.

Sebagai ahli hukum acara pidana, Arif menyebut kasus seperti ini biasanya bersifat materil, berarti harus ada kerugian negara terlebih dahulu sebelum penetapan tersangka. 

"Seharusnya kalau tidak ada pembuktiannya, tidak bisa dipaksakan. Karena untuk bukti ada hukum pembuktian," ujarnya.

Ia menerangkan dalam kasus ini, jika Mardani H Maming dituduh menerima suap haris ada dua pihak, baik pemberi dan penerima.

Dalam pembuktiannya pun harus ditemukan kesepahaman antara kedua belah pihak, sedangkan dalam kasus ini si penerima tidak bisa dibuktikan menerima.

"Sekarang gimana cara pembuktiannya, pihak pemberi sudah tidak ada. Jadi gimana cara membuktikannya," ujarnya.

Menurutnya, pasal yang disangkakan kepada Mardani H Maming tidak bisa dibuktikan apakah yang bersangkutan menerima hadiah atau mengeluarkan surat keputusan atas Izin Usaha Pertambangan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya