Pemecatan Ipda Rudy Soik Jadi Polemik, Begini Kata Mabes Polri
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
Jakarta, VIVA - Mabes Polri angkat bicara soal polemik yang muncul buntut pemecatan anggota Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), Ipda Rudy Soik. Polemik pemecatan Ipda Rudy juga sempat dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR RI pada Senin, 28 Oktober 2024.
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Polisi Sandi Nugroho mengatakan pihaknya menerima masukan-masukan yang disampaikan dalam RDP tersebut.
"Terhadap penegakan hukum maupun evaluasi yang disampaikan oleh para pemangku kepentingan di Komisi III pastinya akan menjadi masukan yang sangat berarti buat Pak Kapolda," kata Sandi kepada wartawan Rabu, 30 Oktober 2024.
Sandi melanjutkan, pemecatan Ipda Rudy Soik masih dalam proses Kepala Bidang Propam Polda NTT. Dia meminta semua pihak menghormati proses tersebut.
Lebih lanjut, dia menyebut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bakal memberi apresiasi terhadap anggota berprestasi, dan menghukum anggota yang nakal.
"Bapak Kapolri pun juga sudah sering menekankan bagi anggota yang berprestasi, maka akan dikasihkan reward. Namun sebaliknya, bagi anggota yang membuat masalah ataupun membuat pelanggaran akan ditindak sesuai dengan ketentuan berlaku," tegas Sandi.
Sebelumnya diberitakan, Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT), Irjen Polisi Daniel Tahi Monang Silitonga membeberkan permasalahan awal yang membuat Ipda Rudy Soik dikenai sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) oleh Polri.
Daniel mengatakan, ada beberapa pelanggaran yang dilakukan Ipda Rudy Soik hingga berujung dirinya dipecat.
"Sebelumnya kami tidak tahu Ipda Rudy Soik ini siapa sesungguhnya, tapi karena ada informasi yang pada saat itu menyatakan bahwa ada anggota Polri yang sedang melaksanakan karaoke pada jam dinas, maka Propam melaksanakan tindakan OTT dan ditemukan 4 anggota Polri," kata Daniel dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin, 28 Oktober 2024.
Dari empat orang yang diamankan, Daniel menyebut salah satunya merupakan Ipda Rudy Soik.
"Nah ketika ditangkap, mereka sedang duduk berpasangan, melaksanakan hiburan dan minum-minuman beralkohol. Nah atas peristiwa ini, Kabid Propam melaporkan kepada Kapolda dengan informasi khusus, sehingga saya mendisposisi untuk dilakukan proses secara hukum," jelas Daniel.
Keempat orang yang ditangkap itu kata Daniel, kemudian menjalani pemeriksaan dan peradilan kode etik. Sebab, keempat anggota itu diduga melakukan pelanggaran etik.
Setelah dilakukan pemeriksaan, keempat anggota dikenai sanksi berupa penempatan khusus selama 7 hari dan meminta maaf kepada institusi. Dari keempat anggota, tiga di antaranya menerima hukuman tersebut.
"Tiga orang dilaksanakan penghukuman dan diterima, tapi satu orang atas nama Ipda Rudy Soik tidak menerima, memberikan keberatan dan meminta banding," ungkap dia.
Saat sidang banding, menurut hakimnya bahwa yang bersangkutan tidak kooperatif dan membantah atas apa yang dilakukan tindakan OTT oleh anggota Propam. Sehingga, dijatuhkan putusan memberatkan dan menambah putusan sebelumnya.
"Putusan sebelumnya kami sampaikan, meminta maaf, perbuatan ini merupakan perbuatan cela dan penempatan pada tempat khusus selama 14 hari dan demosi selama 3 tahun, itu hukuman pertama yang diberikan," ungkap Daniel.
Tak terima dengan hukuman tersebut, Ipda Rudy Soik pun kembali meminta banding. Namun, dalam prosesnya, diketahui bahwa Ipda Rudy merupakan otak dibalik kegiatan karaoke tersebut.
"Oleh karena itu, diputuskan, ditambah hukumannya satu saja hukumannya ditambah yaitu demosi dari 3 tahum menjadi 5 tahun dan patsusnya menjadi 14 hari," jelasnya.
Di tengah proses hukum tersebut, Ipda Rudy membuat kondisi seolah sedang melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga pelaku mafia BBM. Ipda Rudy di depan hakim kemudian mengakui jika kegiatan di tempat karaoke merupakan langkah untuk analisa dan evaluasi terkait kasus BBM yang tengah diselidiki.
"Selama berlangsungnya pemeriksaan ini terus, terduga pelanggar Rudy Soik berada dalam pengawasan, pada saat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan ini, ternyata Ipda Rudy Soik memfitnah juga anggota Propam yang menangani perkara ini, mengatakan bahwa anggota Propam inilah yang menerima setoran dari pelaku BBM," ucapnya.
Di sisi lain, anggota Propam yang disangkakan tak terima dan membuat laporan polisi. Namun, saat proses pemeriksaan, Ipda Rudy Soik tidak berada di wilayah semestinya tanpa adanya pemberitahuan.
"Setelah diputus, selanjutnya diperiksa, dia tidak berada di kantor, dia tidak masuk berturut-turut selama tiga hari dan itu akan menyulitkan Propam untuk perkara ini dan diperiksa lagi, dibuat laporan lagi. Karena tidak masuk berturut-turut selama tiga hari dan itu akan menyulitkan Propam untuk perkara ini, dan diperiksa lagi dibuat laporan lagi karena tidak masuk dinas selama 3 hari berturut-turut, dan diputuskan itu pelanggaran hukum disiplin perbuatan tercela," kata dia.
Sementara itu, pelanggaran kelima yaitu memberi garis polisi terhadap tempat yang diduga melakukan penyalahgunaan BBM. Tindakan tersebut dianggap melanggar SOP.
"Yang terakhir adalah laporan dari orang yang dilakukan police line. Melaporkan kepada Polda bahwa 'Drum saya di police line saya, akhirnya usaha saya, nama baik saya jadi tercemar'. Itu juga diproses oleh Propam. Itulah kasus yang kelima, pelanggaran SOP yang melakukan tindakan penyidikan tanpa administrasi, penyidikan dan tanpa prosedur. Itulah yang disidangkan dan diputuskan untuk Ipda Rudy Soik tidak layak dipertahankan menjadi anggota Polri," pungkas Daniel.