Jessica Wongso Kembali Ajukan PK, Jaksa: Lagu Lama Judul Baru
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Jakarta, VIVA – Jessica Kumolo Wongso kembali mengajukan peninjauan kembali atau PK, terkait dengan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin lewat kopi sianida. Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai bahwa PK yang kembali diajukan ini hanyalah sebuah narasi baru, ibaratkan lagu lama tapi judul baru.
Jaksa mulanya menjelaskan bahwa PK yang diajukan kembali oleh Jessica Wongso yakni hanyalah sebuah fakta yang didasari dengan narasi penuh distorsi. Jaksa menilai Jessica mengajukan PK kembali hanya untuk mengelabui fakta dan hukum yang telah ada.
"Pemohon PK ketiga dengan begitu dramatis menguraikan sejarah pertemanannya dengan korban Wayan Mirna Salihin seolah-olah hal tersebut dapat membenarkan perbuatannya, yang berdasarkan seluruh proses persidangan terbukti secara jelas merupakan perbuatan yang direncanakan dengan matang," ujar jaksa di ruang sidang PN Jakarta Pusat, Selasa 29 Oktober 2024.
Meski begitu, jaksa menilai sebuah hubungan pertemanan antara Jessica dengan Wayan Mirna itu bukanlah perihal yang menjadi jaminan bahwa tidak ada niatan jahat dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna.
"Fakta persidangan yang terakui jelas dalam putusan pengadilan menunjukkan adanya konflik pribadi yang mendalam, terutama setelah Mirna memberikan nasihat terkait hubungan pemohon PK 3 dengan kekasihnya yang bermasalah," kata jaksa.
Jaksa menyebutkan justru nasihat yang diberikan Wayan Mirna kepada Jessica inilah yang membuahkan maut untuk Mirna.
Jessica menilai rekaman CCTV yang sudah diungkap dalam persidangan yang membuatnya dihukum 20 tahun penjara, justru disebut rekaman CCTV tidak sah dijadikan bukti.
Padahal, kata jaksa, rekaman CCTV yang sudah dijadikan bukti dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna ini sudah ditelaah dengan baik oleh ahli digital forensik yang memiliki sertifikat asli.
"Tuduhan pemohon peninjauan kembali 3 terkait adanya manipulasi atau tempering bukan hanya tidak berdasar, tetapi juga merupakan bentuk pengulangan yang dibungkus dengan narasi baru, ibarat istilah lagu lama, judul baru," ucap jaksa.
"Pemohon peninjauan kembali ketiga ini merupakan bentuk upaya putus asa untuk menghindari tanggung jawab atas bukti kuat yang menunjukkan aktivitas mencurigakan pemohon PK 3 di tempat kejadian," sambungnya.
Lantas, jaksa menyebut bahwa Jessica Wongso juga dengan sengaja menyesatkan publik dengan narasi ada sebuah kesalahan yang fatal dalam peradilan hukum yang sudah diterapkan untuknya.
Diwartakan sebelumnya, Jessica Wongso telah resmi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meski sudah bebas bersyarat dalam kasus pembunuhan kepada Wayan Mirna Salihin menggunakan kopi Sianida. Pengajuan PK itu dilayangkan Jessica pada Rabu 9 Oktober 2024.
Jessica Wongso mengajukan PK dengan membawa sejumlah bukti. Adapun bukti salah satunya yang dibawa yakni Novum yang berisikan rekaman CCTV di Kafe Olivier yang menjadi tempat kejadian peristiwa (TKP).
"Novum yang kami gunakan itu adalah berupa satu buah flashdisk, berisi rekaman kejadian ketika terjadinya tuduhan pembuhan terhadap Mirna di (cafe) Olivier," ujar Kuasa Hukum Jessica Wongso, Otto Hasibuan kepada wartawan, Rabu 9 Oktober 2024.
Otto mengklaim bahwa rekaman CCTV lengkap di Kafe tak pernah diputar selama persidangan Jessica berlangsung. Otto menyebutkan, CCTV utuh itu selama ini disimpan ayah Mirna, Edi Darmawan Solihin.
"Artinya, berarti seluruh rangkaian cctv itu sudah terpotong-potong, tidak utuh lagi puzzlenya. Kalau ada umpamanya rekaman dari jam 6 sampai jam 6, ada yang hilang di dalamnya," kata Otto.
Ia mengklaim bahwa rekaman CCTV yang diputar selama persidangan tidak lengkap. Otto menduga ada sebuah rekayasa.
Pasalnya, terdapat perbedaan kualitas video yang ditampilkan oleh dua saksi ahli yang dihadirkan penuntut umum, yakni Christopher Hariman dan M. Nuh. Otto menjelaskan, saat ahli Christopher memutar rekaman CCTV dengan kualitas 1920x1080 pixel, sedangkan M. Nuh dengan kualitas 960x576 pixel.
"Apa yang terjadi dengan ini? Jadi bayangkan saja kualitasnya sebenarnya high definition, tapi ditayangkan itu sudah berubah menjadi standart definition sehingga kabur," sebutnya.
Menurutnya, ahli yang dihadirkan saat persidangan memberikan keterangan sesuai dengan apa yang dimengerti. Bukan melihat fakta CCTV yang ada.
"Akhirnya ahli ini menceritakan kepada hakim, inilah ini. Jadi tafsirnya si ahlinya jadinya, tidak lagi kita melihat langsung apa yang terjadi di CCTV itu. Mestinya kalau CCTV kan tanpa diterangkan pun kan cukup kita lihat, apa yang dilakukan, adegan apa yang terjadi di CCTV itu," ungkap Otto.
Otto lantas melanjutkan, penurunan kualitas rekaman CCTV juga mempengaruhi warna dari video yang diputar dalam sidang. Yang kemudian menurutnya, disimpulkan menjadi titik Jessica Wongso menaruh racun ke kopi Mirna.
"Di segmen kedua di jam 16.59 dan jam 18.25. waktu vic (vietnam ice coffe) telah diminum oleh Mirna terjadilah penurunan kualitas daripada cctv itu," sebutnya.
"Akhirnya apa yang terjadi, di ahli toksiologi itu melihat warna yang berbeda beda. di sini seakan akan berbeda gara gara dimasukkan sesuatu katanya. Padahal, perbedaan warna ini bukan karena gelasnya yang berubah warna, tapi karena kualitas gambarnya yang berbeda ya," imbuh Otto.