Ajukan PK Kedua, Jessica Wongso Minta Dibebaskan Dari Jeratan Pasal Pembunuhan Berencana
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Jakarta, VIVA – Jessica Kumolo Wongso kembali mengajukan peninjauan kembali atau PK terkait dengan pembunuhan kepada Wayan Mirna Salihin menggunakan kopi sianida. Dalam PK kedua tersebut, Jessica Wongso berharap PK-nya bisa diterima.
"Kami mohon kepada Ketua MA RI agar kiranya berkenan memberikan putusan yang seadil-adilnya untuk memohon peninjauan kembali Jessica Kumolo Wongso dan selanjutnya mengadili sendiri dan memutuskan sebagai berikut," ujar Kuasa Hukum Jessica Wongso, Sordame Purba di ruang sidang, Selasa 29 Oktober 2024.
"Menerima permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh pemohon peninjauan kembali Jessica Wongso," lanjutnya.
Sordame berharap kepada MA agar bisa membebaskan Jessica Wongso dari jeratan hukuman Pasal 340 KUHP. Bahkan, dia juga berharap kliennya bisa dibebaskan dari semua dakwaan yang menjeratnya.
"Mengadili sendiri menyatakan terdakwa Jessica Wongso tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 340 kitab uu pidana," kata Sordame.
"Membebaskan terdakwa Jessica Wongso dari segala dakwaan atau setidak-tidaknya melepaskannya dari segala tuntutan hukum a quo," lanjutnya.
Sordame mengharapkan Jessica bisa kembali dipulihkan harkat dan martabatnya dalam kasus pembunuhan kepada Wayan Mirna Salihin.
"Memulihkan harkat dan martabat dan mengembalikannya hak-hak hukum Jessica Wongso ke dalam keadaan semula," ucap dia.
Kemudian, kubu Jessica juga berharap MA bisa membebaskan Jessica dari segala bentuk hukuman apapun saat ini.
Diwartakan sebelumnya, Jessica Wongso telah resmi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meski sudah bebas bersyarat dalam kasus pembunuhan kepada Wayan Mirna Salihin menggunakan kopi Sianida. Pengajuan PK itu dilayangkan Jessica pada Rabu 9 Oktober 2024.
Jessica Wongso mengajukan PK dengan membawa sejumlah bukti. Adapun bukti salah satunya yang dibawa yakni Novum yang berisikan rekaman CCTV di Kafe Olivier yang menjadi tempat kejadian peristiwa (TKP).
"Novum yang kami gunakan itu adalah berupa satu buah flashdisk, berisi rekaman kejadian ketika terjadinya tuduhan pembunuhan terhadap Mirna di (cafe) Olivier," ujar Kuasa Hukum Jessica Wongso, Otto Hasibuan kepada wartawan, Rabu 9 Oktober 2024.
Otto mengklaim bahwa rekaman CCTV lengkap di Kafe tak pernah diputar selama persidangan Jessica berlangsung. Otto menyebutkan, CCTV utuh itu selama ini disimpan ayah Mirna, Edi Darmawan Solihin.
"Artinya, berarti seluruh rangkaian cctv itu sudah terpotong-potong, tidak utuh lagi puzzlenya. Kalau ada umpamanya rekaman dari jam 6 sampai jam 6, ada yang hilang di dalamnya," kata Otto.
Ia mengklaim bahwa rekaman CCTV yang diputar selama persidangan tidak lengkap. Otto menduga ada sebuah rekayasa.
Pasalnya, terdapat perbedaan kualitas video yang ditampilkan oleh dua saksi ahli yang dihadirkan penuntut umum, yakni Christopher Hariman dan M. Nuh. Otto menjelaskan, saat ahli Christopher memutar rekaman CCTV dengan kualitas 1920x1080 pixel, sedangkan M. Nuh dengan kualitas 960x576 pixel.
"Apa yang terjadi dengan ini? Jadi bayangkan saja kualitasnya sebenarnya high definition, tapi ditayangkan itu sudah berubah menjadi standart definition sehingga kabur," sebutnya.
Menurutnya, ahli yang dihadirkan saat persidangan memberikan keterangan sesuai dengan apa yang dimengerti. Bukan melihat fakta CCTV yang ada.
"Akhirnya ahli ini menceritakan kepada hakim, inilah ini. Jadi tafsirnya si ahlinya jadinya, tidak lagi kita melihat langsung apa yang terjadi di CCTV itu. Mestinya kalau CCTV kan tanpa diterangkan pun kan cukup kita lihat, apa yang dilakukan, adegan apa yang terjadi di CCTV itu," ungkap Otto.
Otto lantas melanjutkan, penurunan kualitas rekaman CCTV juga mempengaruhi warna dari video yang diputar dalam sidang. Yang kemudian menurutnya, disimpulkan menjadi titik Jessica Wongso menaruh racun ke kopi Mirna.
"Di segmen kedua di jam 16.59 dan jam 18.25. waktu vic (vietnam ice coffe) telah diminum oleh Mirna terjadilah penurunan kualitas daripada cctv itu," sebutnya.
"Akhirnya apa yang terjadi, di ahli toksiologi itu melihat warna yang berbeda beda. di sini seakan akan berbeda gara gara dimasukkan sesuatu katanya. Padahal, perbedaan warna ini bukan karena gelasnya yang berubah warna, tapi karena kualitas gambarnya yang berbeda ya," imbuh Otto.