Jaksa Nilai Jessica Wongso Manfaatkan Film Dokumenter Netflix Buat Tarik Simpati Masyarakat

Jessica Kumala Wongso
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Jakarta, VIVA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjelaskan bahwa Jessica Wongso justru menarik simpati masyarakat melalui film dokumenter di Netflix, terkait dengan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin menggunakan Kopi Sianida. Jaksa menilai bahwa sebagian masyarakat berhasil dikelabui dengan film dokumenter itu.

Remaja 14 Tahun Bunuh Ayah dan Nenek di Jaksel, Ibu Berharap Kasus Anaknya Bisa Disetop

"Pemohon peninjauan kembali tiga dan kuasa hukumnya tampak juga memanfaatkan momentum dokumenter ice cold murder coffee and Jessica Wongso yang disiarkan oleh Netflix, yang secara ironis berhasil mengelabui sebagian besar masyarakat Indonesia," ujar jaksa di ruang sidang PN Jakarta Pusat pada Selasa, 29 Oktober 2024.

Kuasa Hukum Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan, mengatakan pihaknya akan tetap mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) atas kasus pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin berdasarkan permintaan Jessica sendiri.

Photo :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito
Dituduh Curi Uang, Indri Dibunuh Pria TTM-an di Kamar Hotel

Jaksa menyebutkan bahwa sejumlah fakta pembunuhan kepada Wayan Mirna Salihin sudah dibuktikan oleh pengadilan maupun sejumlah majelis hakim. Sehingga, masyarakat yang berasal dari kalangan inferior menganggap bahwa film dokumenter itu justru memiliki kebenaran yang tinggi karena dikemas oleh pihak asing.

"Mereka yang merasa inferior terhadap produk luar negeri menganggap bahwa dokumenter tersebut hanya karena diproduksi oleh pihak asing memiliki kebenaran yang lebih tinggi derajatnya, daripada putusan hukum di Indonesia," kata jaksa.

Anak Buahnya Tembak Mati Warga, Kapolda Kalteng Minta Maaf ke Masyarakat dan Keluarga Korban

Jaksa juga menjelaskan bahwa fakta dalam pembunuhan Wayan Mirna telah ditelaah oleh sejumlah ahli. Namun, pihak Jessica Wongo dinilai masih berupaya untuk memutarbalikkan kenyataan yang ada.

"Pemohon peninjauan kembali tiga dan kuasa hukumnya tetap berusaha memutarbalikkan kenyataan, dengan menyalurkan narasi palsu yang dibungkus dengan nuansa internasional seolah-olah untuk memancing simpati dan mempengaruhi persepsi publik," ucap jaksa.

Diberitakan sebelumnya, Jessica Wongso telah resmi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meski sudah bebas bersyarat dalam kasus pembunuhan kepada Wayan Mirna Salihin menggunakan kopi Sianida. Pengajuan PK itu dilayangkan Jessica pada Rabu, 9 Oktober 2024.

Jessica Wongso mengajukan PK dengan membawa sejumlah bukti. Adapun, bukti salah satunya yang dibawa yakni Novum yang berisikan rekaman CCTV di Kafe Olivier yang menjadi tempat kejadian peristiwa (TKP). 

"Novum yang kami gunakan itu adalah berupa satu buah flashdisk, berisi rekaman kejadian ketika terjadinya tuduhan pembuhan terhadap Mirna di (cafe) Olivier," ujar Kuasa Hukum Jessica Wongso, Otto Hasibuan kepada wartawan Rabu, 9 Oktober 2024.

Otto mengklaim bahwa rekaman CCTV lengkap di Kafe tak pernah diputar selama persidangan Jessica berlangsung. Otto menyebutkan, CCTV utuh itu selama ini disimpan ayah Mirna, Edi Darmawan Solihin.

"Artinya, berarti seluruh rangkaian CCTV itu sudah terpotong-potong, tidak utuh lagi puzzlenya. Kalau ada umpamanya rekaman dari jam 6 sampai jam 6, ada yang hilang di dalamnya," kata Otto.

Ia mengklaim bahwa rekaman CCTV yang diputar selama persidangan tidak lengkap. Otto menduga ada sebuah rekayasa.

Pasalnya, terdapat perbedaan kualitas video yang ditampilkan oleh dua saksi ahli yang dihadirkan penuntut umum, yakni Christopher Hariman dan M. Nuh. Otto menjelaskan, saat ahli Christopher memutar rekaman CCTV dengan kualitas 1920x1080 pixel, sedangkan M. Nuh dengan kualitas 960x576 pixel.

"Apa yang terjadi dengan ini? Jadi bayangkan saja kualitasnya sebenarnya high definition, tapi ditayangkan itu sudah  berubah menjadi standart definition sehingga kabur," sebutnya.

Menurutnya, ahli yang dihadirkan saat persidangan memberikan keterangan sesuai dengan apa yang dimengerti, bukan melihat fakta CCTV yang ada.

"Akhirnya ahli ini menceritakan kepada hakim, inilah ini. Jadi tafsirnya si ahlinya jadinya, tidak lagi kita melihat langsung apa yang terjadi di CCTV itu. Mestinya kalau CCTV kan tanpa diterangkan pun kan cukup kita lihat, apa yang dilakukan, adegan apa yang terjadi di CCTV itu," ungkap Otto.

Otto lantas melanjutkan, penurunan kualitas rekaman CCTV juga mempengaruhi warna dari video yang diputar dalam sidang. Yang kemudian menurutnya, disimpulkan menjadi titik Jessica Wongso menaruh racun ke kopi Mirna. 

"Di segmen kedua di jam 16.59 dan jam 18.25 waktu VIC (Vietnam ice coffe) telah diminum oleh Mirna terjadilah penurunan kualitas daripada CCTV itu. Akhirnya apa yang terjadi, di ahli toksiologi itu melihat warna yang berbeda-beda. di sini seakan akan berbeda gara-gara dimasukkan sesuatu katanya. Padahal, perbedaan warna ini bukan karena gelasnya yang berubah warna, tapi karena kualitas gambarnya yang berbeda ya," imbuh Otto.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya