Ipda Rudy Soik: Pengakuan Kapolda NTT, Saya Masih Anggota Polri
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
Jakarta, VIVA – Ipda Rudy Soik mengaku ikhlas dengan putusan hakim terkait banding yang diajukan buntut pemecatannya dari dinas kepolisian.
Ipda Rudy diketahui dikenai sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) usai mengusut kasus dugaan mafia bahan bakar minyak (BBM).
Meski begitu, Ipda Rudy mengatakan dirinya masih menjadi anggota Polri. Hal ini kata dia sesuai dengan pernyataan dari Kapolda NTT, Irjen Pol Daniel Tahi Monang Silitonga.
"Dia katakan bahwa dia masih anggap saya ini anaknya. Ya kita lihat sidang banding seperti apa? Pokoknya saya ikhlas-ikhlas saja. Tadi pengakuan Pak Kapolda, ya saya masih anggota Polri," kata Ipda Rudy kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 28 Oktober 2024.
Ipda Rudy dalam kesempatan itu juga menepis tudingan bahwa dirinya terlibat dalam suatu acara karaoke hingga berujung penangkapan Propam Polri.
"Yang pasti kan tidak ada putusan saya berkaraoke tidak ada putusan itu coba nanti dilihat, coba dilihat di petitum putusan, tidak ada seperti itu. Ya memang itu kan disampaikan seperti itu, tetapi harusnya faktanya kan diperlihatkan," jelas dia.
Sebelumnya diberitakan, Ipda Rudy Soik, anggota Polresta Kupang Kota, diberhentikan dengan tidak hormat dari Dinas Kepolisian. PDTH ini tertuang dalam Putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri Nomor: PUT/38/X/2024, Tanggal 11 Oktober 2024, yang dikeluarkan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT).
PDTH terhadap Rudy Soik patut dipertanyakan karena hal ini berawal dari upaya Rudy Soik sebagai anggota Kepolisian dari Polresta Kupang Kota mengungkap kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kota Kupang, yang dalam hal ini diduga melibatkan oknum anggota Polresta Kupang Kota dan oknum Polda NTT.Â
Atas terjadinya penimbunan minyak jenis solar di Kota Kupang maka Rudy Soik memerintahkan anggotanya dari Polresta Kupang Kota untuk memasang garis polisi atai police line di tempat penimbunan minyak jenis solar (BBM Illegal) tersebut.Â
Pengusutan mafia BBM subsidi jenis solar berawal pada 15 Juni 2024 ketika sedang terjadi kelangkaan BBM di Kota Kupang dan beberapa tempat di daratan Timor.
Rudy Soik yang saat itu sedang menjabat sebagai KBO Reskrim Polres Kupang Kota melapor kepada Kapolresta Kupang Kota Kombes Aldinan Manurung. Rudy kemudian diperintahkan atasannya itu segera melakukan penyelidikan.
Sebagai penegak hukum Rudy Soik mengaku telah melakukan tugasnya dengan baik untuk mengungkap kejahatan tetapi faktanya dengan upayanya mengungkap kejahatan penimbunan minyak solar (BBM Illegal) dengan memasang garis polisi mengakibatkan pemberhentian Rudy Soik dari dinas Polri.
Di sisi lain, Polda Nusa Tenggara Timur membantah pemberhentian Inspektur Dua Rudy Soik hanya disebabkan pelanggaran kode etik saat menyelidiki kasus mafia bahan bakar minyak (BBM) saja.Â
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda NTT, Komisaris Besar Ariasandy menyebut ada 12 pelanggaran disiplin dan kode etik yang dilakukan Rudy Soik.
"Rudy Soik terlibat dalam 12 kasus pelanggaran selama bertugas, dengan tujuh di antaranya terbukti bersalah dan telah menjalani berbagai hukuman," ujarnya.
Ipda Rudy Soik melalui kuasa hukumnya, Ferdy Maktaen melaporkan Kepala Bidang Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy dam Kepala Bidang Propam Polda NTT, Kombes Robert Anthoni Sormin, ke Divisi Propam Mabes Polri.Â
"Saya sudah sampaikan ke Pak Rudy bahwa saya yang akan melaporkan mereka ke Mabes Polri dalam waktu dekat karena tidak profesional dalam memberikan pernyataan kepada publik. Saya sendiri yang turun dengan membawa data dari 2014, karena saat itu saya sebagai kuasa hukumnya, jadi saya tahu persis kasusnya," ujar Ferdy.