Benny K Harman Menduga Kapolda NTT Dikerjai Anak Buah untuk Pecat Rudy Soik
- DPR RI
Jakarta, VIVA – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman menyoroti keputusan Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memecat Ipda Rudy Soik.
Ipda Rudy Soik dipecat usai mengusut kasus dugaan mafia bahan bakar minyak (BBM). Benny menilai, pemecatan Ipda Rudy tak masuk akal.
Hal itu ditegaskan Benny dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR RI dengan Kapolda NTT Irjen Daniel Tahi Monang dan Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Irjen Agus Nugroho, Senin, 28 Oktober 2024.
"Masalah pemecatan kepada saudara Rudy Soik hanya ada kesalahan dalam penanganan dalam kasus BBM yang diduga melibatkan pengusaha hitam setempat dan dikendarai bekerja sama dengan pejabat di lingkungan Polda yang kemudian dia dihadapkan pada sidang kode etik," kata Benny.
"Saya sampai saat ini (merasa) ini tidak masuk di akal, belum masuk di akal saya Pak Ketua," sambungnya.
Benny kemudian bertanya apa yang sebenarnya terjadi di balik pemecatan Ipda Rudy Soik. Dia mempertanyakan apakah pemecatan tersebut setimpal dengan kesalahan yang dilakukan Ipda Rudy Soik.
"Saking tidak masuk akalnya, saya menduga-duga, ada apa sebetulnya ini? Kalaupun ada kesalahan yang dilakukan saudara Rudy Soik di situ, apakah setimpal hukuman yang dijatuhkan kepadanya?" katanya.Â
Lebih lanjut, Benny pun melakukan penelusuran terkait pemecatan Ipda Rudy Soik. Dia mengaku menemukan masalah yaitu unsur balas dendam atas kasus ini.
"Ada masalah di balik ini, masalah itu saya temukan. Yang saya temukan adalah orang yang dulu memasukkan Rudy Soik ke bui kasus TPPO ini ada di Polda di NTT ini. Saya duga ini adalah balas dendam," tutur dia.Â
"Sayang Pak Kapolda, saya kenal Pak Kapolda ini orang yang sangat bijak, baru datang ke NTT juga mungkin tak mengenal situasi di NTT ini. Saya duga, Pak Kapolda ini dikerjai oleh anak buahnya hanya untuk menghukum saudara Rudy Soik," jelas Benny.Â
Sebelumnya diberitakan, Ipda Rudy Soik, anggota Polresta Kupang Kota, diberhetikan dengan tidak hormat dari Dinas Kepolisian. PDTH ini tertuang dalam Putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri Nomor: PUT/38/X/2024, Tanggal 11 Oktober 2024, yang dikeluarkan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT).
PDTH terhadap Rudy Soik patut dipertanyakan karena hal ini berawal dari upaya Rudy Soik sebagai anggota Kepolisian dari Polresta Kupang Kota mengungkap kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kota Kupang, yang dalam hal ini diduga melibatkan oknum anggota Polresta Kupang Kota dan oknum Polda NTT.Â
Atas terjadinya penimbunan minyak jenis solar di Kota Kupang maka Rudy Soik memerintahkan anggotanya dari Polresta Kupang Kota untuk memasang garis polisi atai police line di tempat penimbunan minyak jenis solar (BBM Illegal) tersebut.Â
Pengusutan mafia BBM subsidi jenis solar berawal pada 15 Juni 2024 ketika sedang terjadi kelangkaan BBM di Kota Kupang dan beberapa tempat di daratan Timor.
Rudy Soik yang saat itu sedang menjabat sebagai KBO Reskrim Polres Kupang Kota melapor kepada Kapolresta Kupang Kota Kombes Aldinan Manurung. Rudy kemudian diperintahkan atasannya itu segera melakukan penyelidikan.
Sebagai penegak hukum Rudy Soik mengaku telah melakukan tugasnya dengan baik untuk mengungkap kejahatan tetapi faktanya dengan upayanya mengungkap kejahatan penimbunan minyak solar (BBM Illegal) dengan memasang garis polisi mengakibatkan pemberhentian Rudy Soik dari dinas Polri.
Di sisi lain, Polda Nusa Tenggara Timur membantah pemberhentian Inspektur Dua Rudy Soik hanya disebabkan pelanggaran kode etik saat menyelidiki kasus mafia bahan bakar minyak (BBM) saja.Â
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda NTT, Komisaris Besar Ariasandy menyebut ada 12 pelanggaran disiplin dan kode etik yang dilakukan Rudy Soik.
"Rudy Soik terlibat dalam 12 kasus pelanggaran selama bertugas, dengan tujuh di antaranya terbukti bersalah dan telah menjalani berbagai hukuman," ujarnya.
Ipda Rudy Soik melalui kuasa hukumnya, Ferdy Maktaen melaporkan Kepala Bidang Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy dam Kepala Bidang Propam Polda NTT, Kombes Robert Anthoni Sormin, ke Divisi Propam Mabes Polri.Â
"Saya sudah sampaikan ke Pak Rudy bahwa saya yang akan melaporkan mereka ke Mabes Polri dalam waktu dekat karena tidak profesional dalam memberikan pernyataan kepada publik. Saya sendiri yang turun dengan membawa data dari 2014, karena saat itu saya sebagai kuasa hukumnya, jadi
saya tahu persis kasusnya," ujar Ferdy.