3 Hakim Pembebas Ronald Tannur Ditangkap, PN Surabaya Dibanjiri Karangan Bunga Sindiran

Karangan bunga di depan gedung PN Surabaya.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal (Surabaya)

Surabaya, VIVA – Area depan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dibanjiri karangan bunga dari publik. Munculnya karangan bunga itu sebagai respons atas penangkapan 3 hakim yang bertugas di PN Surabaya terkait dugaan suap penanganan perkara terdakwa Gregorius Ronald Tannur.

Tiga hakim itu sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung). Tiga oknum itu ialah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. 

Ketiganya adalah majelis hakim yang menangani terdakwa Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti.

Dalam vonisnya di PN Surabaya, Erintuah Damanik Cs membebaskan Ronald Tannur. Namun, di MA Ronald dihukum 5 tahun penjara.

Sejak Ronald Tannur divonis bebas, tim Pidana Khusus Kejagung mengendus adanya kejanggalan dalam vonis tersebut. Tiga hakim yang menangani perkara itu diduga kuat menerima suap dari pihak Ronald Tannur. 

Ilustrasi kursi majelis hakim

Photo :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Dalam perkembangannya, Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, pun ditangkap pada Rabu, 23 Oktober 2024. Buka hanya tiga hakim itu, tapi pengacara Ronald, LR, juga ditangkap selaku tersangka pemberi suap.

Publik kembali menyoroti kasus vonis bebasnya Ronald Tannur. Institusi PN Surabaya juga tak lepas dari sorotan masyarakat. 

Puluhan karangan bunga dikirim berbagai pihak dan dipasang berjajar, memenuhi trotoar di depan PN Surabaya di Jalan Arjuno. Hampir semua karangan bunga bernada menyindir PN Surabaya, lembaga peradilan tempat Damanik Cs selama ini berdinas.

Sosok Pejabat PN Surabaya Inisial R yang Susun Hakim Vonis Bebas Ronald Tannur Diusut MA

Bebasnya Ronald Tannur Bukan karena Rahmat Tuhan, tapi karena Lisa Rahmad (ABG Tua),” demikian kalimat di salah satu karangan bunga tersebut.

Ada pula tulisan di karangan bunga berisi rincian barang bukti yang disita dalam penangkapan Damanik Cs. Selain itu, ada kalimat sindiran lainnya di karangan bunga dengan narasi sebagai berikut: “Tiga hakim yang di-OTT Kejagung. Selamat Datang di Neraka Dunia. (Preman ta Tatoan).

KY Asumsikan Zarof Ricar 'Mainkan' Seribu Perkara hingga Raup Rp1 Triliun, Begini Respons MA

Petugas keamanan PN Surabaya saat dikonfirmasi terkait asal muasalnya karangan bunga, ia mengaku tak mengetahui. Menurutnya, karangan bunga itu baru terlihat pada malam hari. 

"Enggak tahu kapan pasange [pasangnya]," katanya sambil menolak namanya ditulis.

MA Nyatakan Tiga Hakim Kasasi Kasus Ronald Tannur Tak Terbukti Langgar Etik

Selain itu, di dunia maya, netizen juga membanjiri akun Instagram PN Surabaya, @pn_surabaya dengan komentar. Sejak penangkapan Damanik Cs oleh Kejagung, hampir semua postingan Instagram PN Surabaya diserbu komentar netizen terkait penangkapan Damanik Cs dan perkara Ronald Tannur. 

Meskipun, postingan dari PN Surabaya tak ada kaitannya dengan perkara Ronald Tannur.

Salah satu contohnya seperti unggahan video dengan latar foto gedung PN Surabaya dengan suasana gelap disertai sisipan kaliman ‘Pengadilan Negeri Surabaya Kembali Berduka’ dan diiringi lagu sedih yang dinyanyikan Iwan Fals. 

Tak jelas maksud postingan video tersebut, tapi langsung diserbu netizen dengan pesan-pesan sindiran terkait penangkapan Damanik Cs.

Harusnya bersyukur oknum hakim yang terima suap tertangkap. Lha kok malam berduka,” tulis akun Instagram @diditbale.

Perkara Ronald Tannur jadi sorotan publik sejak penganiayaan yang dilakukan bersangkutan terhadap Dini Sera Afrianti. Aksi penganiayaan oleh Ronald itu viral di media sosial beberapa bulan lalu. 

Polisi bergerak dan mengusut perkara tersebut. Ronald akhirnya diadili di PN Surabaya.

Namun, majelis hakim yang dipimpin Erintuah Damanik menyatakan Ronald tidak bersalah dan dibebaskan dari tuntutan jaksa. Majelis hakim beralasan, korban Dini Sera Afrianti meninggal karena alkohol yang dikonsumsi, bukan karena dianiaya Ronald Tannur. Jaksa Penuntut Umum melawan melalui kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya