Dua Warga Jakarta Gugat Aturan ke MK agar Dibolehkan Tak Beragama

Gedung Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • ANTARA Foto/Hafidz Mubarak

Jakarta, VIVA – Dua warga Jakarta, Raymond Kamil dan Indra Syahputra mengajukan permohonan pengujian materi Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) terkait biodata penduduk yang memuat keterangan agama dalam Kartu Keluarga (KK) maupun Kartu Tanda Penduduk (KTP). 

Para Pemohon ingin kolom agama tersebut dapat diisi dengan “tidak beragama”. "Pada kenyataannya tidak memeluk salah satu dari tujuh pilihan dan yang tidak beragama dipaksa keadaan untuk berbohong atau tidak dilayani,” kata kuasa hukum pemohon, Teguh Sugiharto, dikutip dari situs MK RI, Rabu, 23 Oktober 2024.

Para pemohon mengaku tidak memeluk agama dan kepercayaan manapun termasuk yang agama dan kepercayaan yang telah diakui negara Indonesia. Para Pemohon menyatakan telah mengalami kerugian hak konstitusional karena harus mengisi kolom agama tersebut dengan memilih agama atau kepercayaan, padahal dia ingin di-input tidak beragama.

Ilustrasi logo Mahkamah Konstitusi.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Para pemohon menyebutkan telah mengalami diskriminasi karena petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil menolak agar kolom agama dalam KK maupun KTP dituliskan “tidak beragama”. Menurut para pemohon, ketentuan yang diuji mewajibkannya untuk memeluk agama atau kepercayaan tertentu. 

Para pemohon mengatakan isian kolom agama tidak bersifat isian terbuka melainkan pilihan tertutup yang memaksa.

Selain itu, Raymond mengaku mendapat penolakan untuk tidak mengikuti pendidikan agama dari petugas dinas pendidikan. Ia juga berkeinginan untuk menikah kembali, tetapi dirinya tidak mungkin memenuhi hak konstitusional dimaksud kecuali melakukan kebohongan mengaku sebagai penganut agama tertentu yang diakui.

Dalam petitumnya, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan pasal-pasal yang diuji tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai secara positif dan negatif, yaitu setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan bebas untuk tidak memeluk agama dan kepercayaan serta kebebasan untuk mengikuti atau tidak mengikuti pendidikan agama.

MK Tolak Gugatan Novel Baswedan Cs Terkait Batas Usia Pimpinan KPK

Sementara itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan posita permohonan menjadi ruang pemohon untuk meyakinkan sembilan hakim konstitusi agar mengabulkan permohonan.

Enny mengatakan, UUD menegaskan Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa termasuk putusan MK yang diawali dengan kalimat demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun, para pemohon belum dapat menguraikan pertentangan norma yang diuji untuk meyakinkan para hakim konstitusi mengenai konstitusionalitas tidak beragama tersebut.

Fenomena Calon Tunggal Pilkada 2024 Punya Ciri yang Khas dibanding 2015, Menurut Pakar

“Silakan saudara bangun argumentasi pertentangannya itu karena di sini saya buka-buka yang memang tidak tampak apa yang dimaksud di sini, kecuali saudara mengatakan berkali-kali diulangi di sini bahwa ini harus dimaknai tidak beragama,” kata Enny.

MK Prediksi Akan Ada 324 Perkara Sengketa di Pilkada 2024
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva di Jakarta.

Pejabat Dimutasi oleh Kepala Daerah Kontestan Pilkada Bisa Gugat ke PTUN, Kata Mantan Ketua MK

Mantan ketua MK Hamdan Zoelva menyarankan mutasi pejabat yang dilakukan kepala daerah petahana pada Pilkada 2024 dapat diuji di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

img_title
VIVA.co.id
6 Oktober 2024