Bukan Kaleng-kaleng, Ini Sepak Terjang 4 Jenderal TNI 'Pembisik' Presiden Prabowo
- Foto: Antara
Jakarta, VIVA – Presiden Prabowo Subianto secara resmi melantik 7 Penasihat Khusus yang digelar di Istana Negara, Jakarta, Selasa 22 Oktober 2024.
Pelantikan tujuh Penasihat khusus Presiden itu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 140P Tahun 2024 Tentang Pengangkatan Penasehat Khusus Presiden.
"Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia menimbang dan seterusnya, mengingat dan seterusnya, memutuskan dan menetapkan dan seterusnya. Kesatu mengangkat Penasehat Khusus Presiden," kata Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretaris Negara Ninik Purwanti di Istana Negara membacakan Keputusan Presiden tersebut.
Tujuh Penasihat Khusus Presiden yang dilantik Prabowo yakni:
- Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan Jenderal TNI (Purn.) Wiranto
- Penasihat Khusus Bidang Digitalisasi dan Teknologi Pemerintahan Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan
- Penasihat Khusus Presiden Bidang Pertahanan Nasional, Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan Jenderal TNI (Purn.) Dudung Abudrachman
- Penasihat Khusus Bidang Ekonomi dan Pembangunan Nasional Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro
- Penasihat Khusus Presiden Urusan Energi, Purnomo Yusgiantoro
- Penasihat Khusus Presiden Khusus Bidang Haji Muhadjir Effendy
- Penasihat Khusus Presiden Bidang Kesehatan Nasional Letnan Jenderal TNI (Purn.) Terawan Agus Putranto.
Pada kesempatan tersebut, Presiden Prabowo turut melantik sejumlah Utusan Khusus berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 76/M Tahun 2024 tentang Pengangkatan Utusan Khusus Presiden Periode Tahun 2024-2029.
Menariknya, dari ke-7 Penasihat Khusus, empat diantaranya merupakan sosok Jenderal TNI. Figur-figur ini memiliki latar belakang militer yang kuat, membawa pengalaman puluhan tahun di berbagai bidang.
Berikut profil dan sepak terjang empat purnawirawan Jenderal TNI yang ditugaskan Presiden Prabowo Subianto untuk menjadi Penasihat Khusus Presiden:
1. Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan Jenderal TNI (Purn.) Wiranto
Purnawirawan Jenderal TNI Wiranto lahir di Yogyakarta pada 4 April 1947, Wiranto menjadi sosok orang nomor satu atau Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di era pemerintahan Soeharto.
Mantan Perwira Tinggi (Pati) militer ini lulus dari Akademi Militer Nasional pada 1968 berpengalaman di Korps kecabangan infanteri.
Karier militer Wiranto dimulai saat ia diberi amanah untuk menjadi Ajudan Presiden RI Soeharto yang kemudian dipercaya sebagai Kepala Staf Kodam Jayakarta pada 1993 dan satu tahun kemudian diangkat menjadi Panglima Kodam Jayakarta.
Kiprahnya semakin menonjol ketika pada 1996, ia diangkat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).
Puncak karier di Angkatan Darat dicapainya pada 1997, ketika ia dilantik sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad), posisi yang membawanya ke lingkaran kekuasaan tertinggi dalam militer. Setahun kemudian, tepatnya pada 1998, Wiranto dipercaya menjadi Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Panglima ABRI), yang saat itu mencakup TNI dan Polri, menjadikannya salah satu tokoh sentral dalam militer di masa reformasi yang penuh tantangan.
Pada 1999, ketika TNI dan Polri resmi dipisahkan, Wiranto melanjutkan perannya sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia (Panglima TNI), memimpin TNI di era transisi politik Indonesia dari Orde Baru menuju reformasi.
Usai di militer, Wiranto terjun ke politik, Pendiri partai politik Hanura itu mencoba peruntukkan untuk menjadi wakil presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla pada 2009 namun kalah.
Dalam pemerintahan, Wiranto diangkat menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan di masa Presiden BJ Habibie.
2. Penasihat Khusus Bidang Digitalisasi dan Teknologi Pemerintahan Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan
Purnawirawan Jenderal TNI Luhut Binsar Panjaitan lahir di Toba Samosir, Sumatera Utara pada 28 September 1947, Perwira Tinggi (Pati) berpangkat Jenderal dari TNI Angkatan Darat.
Ia lulus dari Akademi Militer (Akmil) dengan predikat sebagai lulusan terbaik sehingga mendapatkan penghargaan Adhi Makayasa pada 1967.
Selepas pendidikan dari Akademi Militer, ia mengawali karier militernya dengan pangkat letnan dua, Luhut diberi tugas di Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Saat mengemban tugas di Kopassus, berbagai jabatan berhasil diraihnya, ia pun menjadi sosok pionir yang mendirikan Detasemen Penanggulangan Teror hingga akhirnya ia diberi pangkat bintang tiga pada 1997.
Pada tahun 1997-1999, Luhut diberi promosi pangkat bintang tiga, saat dipercaya sebagai Komandan Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Darat di Bandung.
Puncak Karier Luhut di militer dipakainya saat ia mendapatkan angkat Kolonel dan menjadi Komandan Korem 081/Dhirotsaha Jaya, di mana ia meraih predikat sebagai Komandan Korem Terbaik di Indonesia. Pada 1995, ia diangkat menjadi Wakil Komandan Pussenif Kodiklatad, sebelum akhirnya meraih pangkat Mayor Jenderal sebagai Danpussenif Kodiklatad pada 1996-1997. Puncak karier militer Luhut tercapai saat ia menjadi Dankodiklatad dengan pangkat Letnan Jenderal pada 1997-1998.
Dalam pemerintahan, ia bergabung dengan Partai Golkar sebagai wakil Ketua Dewan pertimbangan mendampingi Akbar Tandjung, pimpinan Aburizal Bakrie. Pada Pilpres 2014, dia mengundurkan diri dari Golkar karena mendukung capres Joko Widodo. Sementara Golkar mendukung pasangan Prabowo-Hatta.
Presiden terpilih Joko Widodo akhirnya melantik Luhut Binsar Panjaitan dengan jabatan baru yakni sebagai Kepala Staf Kepresidenan RI untuk periode 2014-2019. Ia menjadi orang penting di lingkaran Istana Presiden.
Kemudian Presiden Jokowi melantiknya menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) pada 2016 dan kemudian menjadi Menko Maritim dan Sumber Daya untuk periode 2016-2019.
3. Penasihat Khusus Presiden Bidang Pertahanan Nasional, Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan Jenderal TNI (Purn.) Dudung Abudrachman
Mantan kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI (Purn) Dudung Abdurachman menjadi salah satu Penasihat Khusus Presiden Prabowo Subianto.
Dudung lahir di Bandung, Jawa Barat pada 19 November 1965, lulus dari Akademi Militer (Akmil) pada 1988 dan berpengalam di kecabangan infanteri.
Sebelum menjadi orang nomor satu di TNI AD, Karier militernya dimulai pada akhir 1980-an saat Dudung menjabat sebagai Komandan Peleton III Kompi B Yonif 744/Satya Yudha Bakti pada 1989-1992.
Dalam satuan tempur ini, Dudung turut serta dalam operasi keamanan di daerah konflik, memperkuat keterampilannya di lapangan. Kariernya terus menanjak ketika ia menjadi Komandan Peleton I di satuan yang sama pada 1993-1994, menunjukkan kepemimpinan di tingkat taktis.
Setelah mendapatkan pengalaman yang matang di lapangan, Dudung mulai menempati posisi yang lebih strategis. Pada 1995, saat berpangkat Kapten, ia diangkat sebagai Komandan Kompi A Yonif 741/Satya Bhakti Wirottama.
Kariernya sebagai jenderal dimulai pada 2015 ketika ia dipromosikan menjadi Brigadir Jenderal dan pada 2018 kemudian naik menjadi Mayor Jenderal (Mayjen) hingga pada 2020 Dudung diangkat sebagai Pangdam Jayakarta.
Jabatan penting lainnya datang pada 2021 ketika Dudung diangkat menjadi Pangkostrad sebelum akhirnya mencapai puncak kariernya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) pada akhir 2021.
4. Penasihat Khusus Presiden Bidang Kesehatan Nasional Letnan Jenderal TNI (Purn.) Terawan Agus Putranto
Penasihat Khusus dari Jenderal TNI yang terakhir adalah Terawan Agus Putranto, ia lahir di Yogyakarta pada 5 Agustus 1964.
Purnawirawan Jenderal TNI Terawan Agus Putranto bukanlah lulusan Akademi Militer, ia memiliki latar belakang pendidikan kedokteran.
Terawan mengambil pendidikan Fakultas Kedokteran di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1990 dan melanjutkan dengan mengambil spesialis Radiologi. Universitas Airlangga (Unair), Surabaya pada 2004.
Hingga akhirnya gelar Doktor berhasil diraihnya dari Fakultas Kedokteran, Universitas Hassanuddin (Unhas), Makassar pada 2013.
Terawan kemudian mengabdikan dirinya di instansi militer Angkatan Darat dan kemudian ditugaskan ke beberapa daerah, di antaranya Bali, Lombok, dan Jakarta.
Puncak karier Terawan berhasil diraihnya saat ia diangkat menjadi Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto pada 2015, Atas pengabdiannya, Terawan mendapatkan sejumlah penghargaan.
Diantaranya penghargaan Hendropriyono Strategic Consulting (HSC) dan dua rekor MURI sekaligus sebagai penemu terapi cuci otak dan penerapan program Digital Subtraction Angiogram (DSA) terbanyak.