Eksepsi Ditolak PN Jaksel, Begini Respons Terdakwa Dugaan Sumpah Palsu Ike Farida
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Jakarta, VIVA - Majelis Hakim menolak nota keberatan atau eksepsi dari terdakwa perkara dugaan sumpah palsu dengan terdakwa wanita bernama Ike Farida. Hal itu diketahui dari sidang lanjutan perkara tersebut pada hari ini Senin, 21 Oktober 2024.
Sidang beragendakan pembacaan putusan sela oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dengan demikian, persidangan selanjutnya bakal dilanjutkan kepada pokok perkara atau pembuktian dengan memeriksa saksi-saksi dari pihak terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Agustrias Andika, selaku kuasa hukum Ike merasa Majelis Hakim tak menanggapi semua eksepsi yang diajukan. Kata dia, dalam putusan sela bahwa hakim tidak menanggapi pertimbangan.
"Kelihatan Majelis Hakim tidak menanggapi semua eksepsi yang kami ajukan khususnya terkait syarat formil Pasal 242. Pasal 242 adalah pasal khusus yang berada di bab 5, di mana untuk dipenuhinya penerapan Pasal 242 KUHP oleh penyidik maupun Jaksa, yaitu harus diberikan peringatan," kata dia pada Senin, 21, Oktober 2024.
Sementara itu, terdakwa Ike Farida pasca sidang mengaku kecewa dengan Putusan Sela Majelis Hakim. Dirinya mengatakan Hakim tidak teliti dalam membaca eksepsinya.
"Sangat menyayangkan, Hakimnya menurut saya tidak teliti dan mungkin masuk angin ya. Mohon maaf, karena tim penasihat hukum sudah begitu baik menyampaikan semua kesalahan-kesalahan dan pelanggaran-pelanggaran yang ada di dalam KUHAP," kata Ike.
Terpisah, Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno, Adi Darmawansyah berpandangan soal penerapan Pasal 242 KUHP tentang sumpah palsu dan keterangan palsu.
"Seseorang yang didakwa sumpah palsu haruslah memenuhi unsur-unsur objektif yaitu ada keterangan di atas sumpah. Keterangan itu diwajibkan Undang-Undang, dan keterangan itu tidak benar atau palsu dan kepalsuan itu diketahui oleh pemberi keterangan, dilakukan secara lisan atau tulisan, serta memenuhi unsur subjektif kesalahan itu dilakukan dengan sengaja oleh pribadi atau oleh kuasanya," kata Adi.
Dirinya juga menjelaskan kaitannya dengan Pasal 55 KUHP. Di mana, lanjut Adi, orang yang diduga menyuruh memberikan sumpah palsu dapat dijerat tindak pidana.
"Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan ke-2 KUHP yaitu mereka yang melakukan perbuatan, mereka yang menyuruh melakukan, mereka yang turut serta melakukan dan yang menganjurkan," ujarnya lagi.
Sebelumnya diberitakan, sidang lanjutan perkara dugaan sumpah palsu dengan terdakwa wanita bernama Ike Farida, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada hari Senin, 7 Oktober 2024. Agendanya, pembacaan eksepsi dari terdakwa atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Terdakwa didampingi kuasa hukumnya, Kamaruddin Simanjuntak. Dalam nota keberatan atau eksepsi, Ike Farida membantah dakwaan Jaksa. Kamaruddin menyebut kalau novum yang dibuat saat PK memang sudah dipakai di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Tapi, kata dia, novum itu diajukan oleh kuasa hukum Ike yang dulu.
"Sudah digunakan saat di Pengadilan Negeri, sudah digunakan di Pengadilan Tinggi. Tapi yang mengajukan kuasa. Kuasa hukumnya magister hukum. Itu adalah kesalahan dari magister hukumnya. Magister hukum ini sudah kami ajukan di Peradi ya, kemudian dia akan disanksi dengan kode etik," kata Kamaruddin pada Senin, 7 Oktober 2024.
Untuk diketahui, kasus konflik jual-beli apartemen di kawasan Jakarta Selatan antara wanita bernama Ike Farida dan pengembang properti terus berlanjut. Terbaru, Polda Metro Jaya gelar perkara khusus terkait kasus tersebut.
Kedua belah pihak diketahui saling gugat sampai Ike Farida menjadi tersangka kasus dugaan melakukan sumpah palsu. Penetapan tersangka itu menyangkut tuduhan membuat sumpah palsu yang dilaporkan oleh pihak pengembang pada tahun 2021.