Tuntut Upah Naik 10 Persen dan Pembatalan Omnibus Law, Buruh se-Indonesia Mau Aksi Selama Seminggu

Presiden KSPI Said Iqbal
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Jakarta, VIVA — Serikat buruh di seluruh Indonesia berencana menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di 38 provinsi, yang akan berlangsung selama satu minggu penuh, mulai dari tanggal 24 hingga 31 Oktober 2024.

Debat Publik Terakhir, Cagub Jateng Ahmad Luthfi Janji Lakukan Ini untuk Buruh hingga Petani

Aksi ini merupakan bentuk tuntutan dari para buruh untuk mendesak pemerintah menaikkan upah minimum tahun 2025, serta mencabut Omnibus Law, khususnya Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap merugikan pekerja dan sektor lainnya.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyampaikan bahwa aksi ini akan dimulai dengan demonstrasi besar di Jakarta, tepatnya di depan Istana Presiden.

Menjepit Masyarakat, Kenaikan Tarif PPN Lampaui Pertumbuhan Upah Riil Pekerja

Ribuan buruh dari berbagai wilayah di Indonesia diperkirakan akan turut serta dalam aksi ini untuk menyuarakan dua tuntutan utama mereka.

“Aksi kami akan dimulai pada tanggal 24 Oktober. Ribuan buruh akan menggelar aksi di depan Istana Presiden. Tuntutan kami jelas, ada dua isu besar yang kami bawa. Pertama, kami meminta agar upah minimum 2025 dinaikkan sebesar 8 hingga 10 persen, dan kami menolak penetapan upah berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 2023 tentang upah minimum,” ujar Said Iqbal dalam konferensi pers daring yang digelar pada Jumat 18 Oktober 2024.

PPN Naik Jadi 12 Persen di 2025, Buruh Sebut Bakal Tingkatkan Potensi PHK

Presiden Partai Buruh Said Iqbal

Photo :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Said Iqbal menegaskan bahwa tuntutan kenaikan upah ini didasarkan pada kajian kebutuhan hidup layak dan pertumbuhan ekonomi. 

Menurutnya, penetapan upah minimum yang hanya mengacu pada PP No. 51 Tahun 2023 tidak memadai untuk menjawab kebutuhan hidup para buruh yang semakin meningkat, terutama di tengah inflasi dan biaya hidup yang kian tinggi.

“Kenaikan upah yang kami minta sebesar 8 hingga 10 persen didasarkan pada realitas ekonomi yang dihadapi para pekerja. Kami menolak keras penggunaan PP No. 51 Tahun 2023 sebagai acuan penetapan upah minimum 2025, karena regulasi tersebut tidak memperhitungkan kesejahteraan buruh dengan adil,” tambahnya.

Serikat buruh juga menekankan bahwa mereka telah mengajukan uji materi (judicial review) terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi. 

Mereka berharap keputusan pengadilan dapat mendukung tuntutan buruh dengan membatalkan regulasi tersebut, yang dinilai lebih berpihak pada pengusaha dibandingkan kesejahteraan pekerja.

Selain menuntut kenaikan upah, para buruh juga mendesak pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja, khususnya terkait klaster ketenagakerjaan dan perlindungan petani. 

Menurut Said Iqbal, undang-undang ini memberikan dampak negatif yang sangat signifikan terhadap hak-hak buruh, termasuk fleksibilitas kerja yang merugikan, pemutusan hubungan kerja yang lebih mudah dilakukan oleh perusahaan, serta pengurangan perlindungan sosial bagi pekerja.

“Tuntutan kami yang kedua adalah pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja, terutama untuk klaster ketenagakerjaan dan perlindungan petani. Kami menginginkan pemerintah dan Mahkamah Konstitusi segera memutuskan pembatalan undang-undang ini karena merugikan hak-hak pekerja dan petani,” ujar Said.

Ia juga menyoroti bahwa Omnibus Law tersebut telah menjadi kontroversi sejak awal pengesahannya karena dinilai lebih mementingkan kemudahan investasi tanpa memperhatikan kesejahteraan dan hak-hak pekerja. 

Buruh menilai bahwa dengan adanya undang-undang tersebut, posisi tawar mereka semakin lemah di hadapan perusahaan, terutama terkait masalah upah dan jaminan sosial.

Demonstrasi yang digagas oleh KSPI ini tidak hanya akan berpusat di Jakarta, melainkan juga dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia. 

Buruh di 38 provinsi di Tanah Air akan turun ke jalan untuk menuntut keadilan dan kesejahteraan yang lebih baik dari pemerintah. 

Aksi ini diprediksi akan berlangsung dengan melibatkan puluhan ribu buruh, dari Sabang sampai Merauke.

“Ini bukan hanya aksi di Jakarta, tetapi kami akan menggelar aksi di seluruh provinsi di Indonesia. Di semua titik, buruh akan turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi yang sama, yaitu kenaikan upah dan pencabutan Omnibus Law,” kata Said Iqbal.

Serikat buruh menganggap aksi ini penting karena masa depan kehidupan mereka ditentukan oleh keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah terkait regulasi ketenagakerjaan. 

Para buruh berharap bahwa melalui aksi ini, pemerintah akan lebih mendengarkan keluhan mereka dan mengambil langkah-langkah yang lebih adil dalam kebijakan terkait upah dan perlindungan pekerja.

Dengan aksi demonstrasi yang direncanakan berlangsung selama satu minggu ini, buruh berharap pemerintah mau membuka dialog terbuka untuk membahas tuntutan mereka secara serius.

Mereka menginginkan adanya pembicaraan yang komprehensif terkait kenaikan upah dan perlindungan terhadap hak-hak buruh agar kesejahteraan pekerja di Indonesia bisa terwujud.

Tuntutan ini juga menjadi peringatan bagi pemerintah untuk tidak mengesampingkan hak-hak buruh di tengah upaya peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. 

Buruh meminta agar kebijakan yang dibuat dapat seimbang antara kepentingan pengusaha dan kesejahteraan pekerja, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

“Harapan kami adalah pemerintah mendengarkan aspirasi kami, membuka ruang dialog, dan mengambil kebijakan yang lebih adil dan berpihak kepada buruh. Kesejahteraan buruh adalah fondasi kuat bagi pembangunan ekonomi bangsa,” tutup Said Iqbal.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya