Komnas Perempuan Desak PDIP Pecat Kadernya Imam Wahyudi Tersangka KDRT
- ANTARA
Jakarta, VIVA – Komisioner Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Alimatul Qibtiyah menyampaikan kekecewaannya atas sikap PDI Perjuangan (PDIP) yang hingga kini belum memberhentikan Imam Wahyudi (IW), anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang terjerat kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Menurut Alimatul, PDIP seharusnya mencontoh partai politik lain yang bersikap tegas terhadap kadernya yang terlibat dalam kasus kekerasan atau pelecehan.
“Belajar dari PKS di Singkawang, partai tersebut langsung mengambil langkah tegas dengan memberhentikan kader yang terlibat kasus dugaan pelecehan seksual. Ini bisa jadi contoh yang baik bagi PDIP, terlebih kasus ini sudah hampir masuk ke pengadilan,” kata Alimatul dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2024.
Ia menambahkan bahwa pencabutan laporan oleh korban tidak serta-merta menghapuskan fakta bahwa tindakan kekerasan telah terjadi. "Meski istri mencabut laporannya, ini tidak menggugurkan fakta bahwa dugaan KDRT sudah terjadi. Kasus ini memang belum diputuskan, namun hal tersebut tidak meniadakan tindakan yang telah dilakukan," katanya.
Alimatul juga mengusulkan agar pendidikan terkait pencegahan KDRT dan pelecehan seksual dimasukkan dalam kurikulum pendidikan kader partai. Hal ini dinilainya penting untuk memastikan para wakil rakyat memiliki pemahaman yang baik tentang isu kesetaraan gender dan pencegahan kekerasan.
"Isu kesetaraan gender harus menjadi bagian dari pendidikan kader. Mereka adalah wakil rakyat yang dibayar oleh publik, jadi mereka harus paham betul tentang pentingnya isu ini," ujar Alimatul.
Meski kasus itu sudah masuk ke tahap pengadilan, PDIP belum mengambil langkah tegas terhadap Imam Wahyudi. Sikap ini menuai kritik, terutama dari Komnas Perempuan, yang menilai PDIP seharusnya lebih cepat bertindak untuk menjaga citra partai di mata publik.
“Kami berharap PDIP segera mengambil keputusan terkait status Imam Wahyudi sebagai kader. Ini penting agar publik melihat bahwa partai tidak menoleransi kekerasan, terutama yang melibatkan perempuan,” ujar Alimatul.
Berkas perkara dugaan KDRT dengan tersangka Imam Wahyudi sudah diserahkan ke kejaksaan setempat. Praktisi hukum, Aldy Kurniawan mengonfirmasi bahwa proses hukum terhadap Imam Wahyudi tinggal menunggu sidang di pengadilan.
“Proses sudah sampai P-21 di kejaksaan, tinggal menunggu dakwaan diajukan dan pengadilan menetapkan agenda persidangannya. Namun, proses restorative justice antara Imam Wahyudi dan istrinya masih terbuka,” kata Aldy kepada wartawan.
Kasus ini berawal dari laporan yang dibuat oleh istri Imam Wahyudi, Isma Safitri, pada 11 September 2024. Imam Wahyudi dilaporkan ke Polresta Pangkalpinang atas dugaan KDRT. Berdasarkan laporan tersebut, Polresta Pangkalpinang menetapkan Imam sebagai tersangka setelah melakukan pemeriksaan terhadap korban, saksi-saksi, dan Imam.
Wakil Kepala Polresta Pangkalpinang AKBP Rendra Oktha Dinata menjelaskan bahwa Imam Wahyudi diduga melanggar Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan ancaman hukuman penjara selama lima tahun atau Pasal 44 ayat (4) dengan ancaman hukuman penjara selama empat bulan.
“Penetapan tersangka dilakukan setelah melalui proses gelar perkara pada akhir September. Saudara IW dijerat dengan pasal-pasal terkait KDRT,” kata Rendra dalam konferensi pers pada awal Oktober lalu.
Kuasa hukum Imam Wahyudi, Kurniawansyah, menyatakan bahwa kliennya siap mengikuti seluruh proses hukum yang sedang berlangsung. "Imam Wahyudi siap hadir di pengadilan dan menjalani semua proses sesuai ketentuan hukum. Saat ini dia masih menyelesaikan tugas di pusat, namun akan kembali untuk menghadapi persidangan," kata Kurniawansyah.