Kesejahteraan Hakim Disorot, IKAHI: RUU Jabatan Hakim Pernah Kita Dorong tapi Lenyap Tak Berberkas
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Jakarta, VIVA – Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) mengkritisi kondisi 12 tahun belakangan soal negara yang masih abai dengan kesejahteraan hakim di Tanah Air.Â
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94/2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim mestinya bisa jadi payung hukum soal kesejahteraan hakim. Namun, PP itu telah dibatalkan oleh putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23/2018.
Sekretaris Bidang Advokasi IKAHI, Djuyamto mengatakan jika hakim di Tanah Air tak bergerak dengan aksi, maka negara tak akan merespons.
"Saya malah mengatakan, jangan-jangan kalau gak ada aksi malah 20 sampai 30 tahun enggak ditinjau-tinjau? Kalau tidak bergerak, bisa jadi 30 tahun tidak ditinjau. Itu sebagai bukti bahwa abainya negara terhadap profesi hakim," kata Djuyamto dalam acara diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat dikutip pada Sabtu 12 Oktober 2024.
Djuyamto menilai, negara mestinya tak boleh abai atas putusan MA Nomor 23/2018. Sebab, putusan MA itulah yang memerintahkan PP 94/2012 direvisi agar hakim mendapatkan hak-haknya. Â
"Semestinya sebagai negara hukum, ketika MA sudah mengambil putusan tahun 2018, segera dilakukan revisi terhadap PP 94/2012 yang dinyatakan bertentangan dengan UU. Namun, sampai lima tahun, sampai sekarang ini tidak dilakukan revisi," kata dia.Â
Pun, dia menyinggung nasib Revisi Undang-Undang Jabatan Hakim yang pernah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas). Namun, hingga kini tidak jelas.Â
"RUU Jabatan hakim itu pernah masuk prolegnas, kita dorong. Tapi, kemudian, lenyap tak berberkas tanpa alasan apapun," tuturnya.
Dalam diskusi yang diprakarsai Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) itu, hadir narasumber seperti Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) Fauzan Ar-Rasyid, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Albert Aries.