Pembekuan PPDS Penyakit Dalam Unsrat Tuai Sorotan, Kemenkes Dinilai Sewenang-wenang

Perwakilan Komite Solidaritas Profesi, M Nasser
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA – Perwakilan Komite Solidaritas Profesi M. Nasser menyoroti sikap pemerintah yang membekukan sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) di RSUP Prof Dr dr RD Kandou, Manado.

Siswa Berkebutuhan Khusus di Depok Diduga Jadi Korban Perundungan

Menurut Nasser, sikap pemerintah melalui Kemenkes itu sudah sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan koridor aturan.

Dia mengatakan dugaan perundungan yang ada di PPDS Ilmu Penyakit Dalam Unsrat memiliki kesamaan dengan insiden yang terjadi di PPDS Undip yang menyebabkan seorang dokter bunuh diri.

KPK Tahan Tiga Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan APD di Kemenkes, Satu Orang Tidak Hadir

“Framing (PPDS Undip) sebagai bunuh diri dan perundungan yang kemudian sampai saat ini tidak terbukti, itu diulangi lagi, dicoba diulangi lagi di Manado,” ujar Nasser kepada wartawan di Jakarta.

Universitas Sam Ratulangi (Unsrat)

Photo :
  • unsrat.ac.id
Aturan Kemasan Rokok Polos Dinilai Tidak Pertimbangkan Imbas ke Depannya

Padahal, kata dia, dugaan perundungan itu masih belum bisa dibuktikan dan klarifikasi hanya dilakukan kepada mahasiswa, bukan kepada institusi yang berkaitan.

“Seolah-olah adanya transaksi yang terjadi antara mahasiswa, antara peserta PPDS tetapi yang dihukum adalah institusi pendidikan yang tidak punya hubungan dan tidak tahu menahu, bahkan tidak dilibatkan dalam seluruh proses penyelidikan kasus ini,” beber mantan komisioner Kompolnas itu.

Sehingga, Nasser sangat mempertanyakan pembekuan sepihak dari Kemenkes terhadap aktivitas PPDS Ilmu Penyakit Dalam Unsrat tersebut.

“Seharusnya Kementerian Kesehatan seharusnya melakukan sebuah proses yang adil dan beradab. Adil itu artinya libatkan semua pihak bicara baik-baik bukan sekadar menggunakan sesuatu kewenangan yang seharusnya bukan kewenangan Kemenkes,” ujar dia.

Kemudian, Kemenkes harusnya memanggil dan bicara. Apabila perlu melakukan penghukuman, jika perlu pemberian sanksi apalagi kalau itu perundungan yang dilakukan.

“Apalagi kalau itu benar-benar ada fakta, ada bukti, terjadi bullyng, perundungan, itu harus disanksi. Karena perundungan itu tidak benar. Dia merusak sendi-sendi kesenjawatan, merusak sendi-sendi hubungan-hubungan antarmanusia,” kata Nasser.

Sementara Djohansyah Marzuki selaku Ketua Dewan Pembina Komite Solidaritas Profesi menambahkan dalam lingkup pendidikan ilmu kedokteran, rujukan yang dipakai adalah kaidah ilmiah.

“Institusi bisa ditutup kalau program studi itu menyelenggarakan sistem dan SOP yang bertentangan dengan kaidah ilmiah,” kata dia.

Menurut dia, apabila institusinya benar sesuai kaidah ilmiah, maka institusi itu bukan pelanggar.

“Kalau itu dilakukan oleh orang dan bukan sistem maka orang yang bersangkutan yang diberi sanksi. Pendirian dan penutupan program studi itu wewenang Kemendikbud. Kemenkes cuma ketempatan, menyetujui ketempatan. Tidak berhak menutup dan membuat prodi,” katanya.

Ilustrasi Perundungan. (sumber: iStockphoto)

Kronologi Siswa Berkebutuhan Khusus di Depok Jadi Korban Perundungan

R (15), siswa SMPN 8 Depok yang diduga menjadi korban perundungan, ternyata sudah lama memendam kesal. Hingga akhirnya, kekesalan R memuncak pada Selas 1 Oktober kemarin.

img_title
VIVA.co.id
5 Oktober 2024