Bareskrim Diminta Audit Penyidik Polda Metro karena Dinilai Tak Objektif Tetapkan Tersangka
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
Jakarta, VIVAÂ - Biro Pengawasan dan Penyidikan Badan Reserse Kriminal Polri diminta meninjau ulang soal penetapan tersangka kepada Direksi PT KSM dalam kasus dugaan penggelapan oleh Polda Metro Jaya.
Kuasa hukum terlapor, Juniver Girsang mengungkap peninjauan ulang lewat gelar perkara khusus tersebut dirasa perlu karena penetapan tersangka kepada kliennya dilakukan dengan tidak objektif.
"Kami minta gelar perkara khusus karena penetapan klien kami itu ada ketentuan yang dilanggar. Jadi kami minta keadilan kepada Bareskrim Polri supaya menilai, meneliti apakah pantas dan tepat penetapan tersangka itu," kata dia, Jumat, 11 Oktober 2024.
Dia menyebut dugaan tidak objektifnya proses penyidikan pun semakin kuat gegara selama tiga kali panggilan gelar perkara khusus, penyidik Polda Metro Jaya dan kantor pengacara Lucas selaku pelapor selalu mangkir. Maka, Juniver mendesak agar Biro Pengawasan dan Penyidikan Bareskrim Polri mengaudit proses penyidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya.
"Kami menduga kasus ini dari awal sudah dirancang dan dipaksakan dengan tidak ada dasar hukumnya. Makanya marwah Bareskrim Polri menjadi dipertaruhkan dalam kasus ini," kata dia.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra selaku saksi ahli dari terlapor pun menilai ada beberapa kejanggalan dalam proses penetapan tersangka yang dilakukan Polda Metro Jaya.Â
Dia membeberkan, yang pertama penyidik cuma fokus cari dua alat bukti yang dipenuhi dari saksi dan bukti surat dari pihak pelapor. Padahal, harusnya bukti yang dipakai landasan harus punya indikasi pidana yang cukup. Yusril mencontohkan jika penyidik menjadikan bukti surat tagihan dari pelapor, maka yang harus dilakukan yakni membuktikan keabsahan dasar surat itu.Â
"Bukti surat itu katanya dibuat tahun 2012, ada tagihan yang harus dibayar sebesar dua juta dolar yang sampai hari ini tidak pernah dibayar. Harusnya kan diteliti, apakah surat itu betul? Apakah betul surat itu dibuat tahun 2012 atau justru outdated," ujar Yusril.
Kemudian, yang kedua, Yusril menilai harusnya penyidik pun turut memeriksa pihak yang disebut memberi surat itu kepada pelapor. Kata dia, penyidik harus menentukan apakah yang bersangkutan memang punya kewenangan atau justru surat perjanjian itu jadi tanggungjawab perorangan.
Lalu yang ketiga, Yusril pun mengatakan ada pemaksaan yang dilakukan Polda Metro Jaya dalam menetapkan Direksi PT KSM sebagai tersangka.Â
Sebab, dugaan tindak pidana yang dilapor Lucas dari awal terkait dengan penggelapan. Sedangkan kalaupun memang ada kasus tidak dibayarkannya utang oleh PT KSM, maka seharusnya tak termasuk dalam kategori penggelapan.Â
"Menggelapkan itu secara tradisional misalnya, anda titipin handphone sama saya, terus handphonenya saya jual. Itu penggelapan namanya. Tapi kalau misalnya saya punya utang sama anda, enggak dibayar, apa itu bisa dibilang penggelapan? Itu saja sudah menimbulkan tanda tanya. Karena Pasal yang digunakan cuma satu, Pasal 372 tentang penggelapan," kata Yusril.
Lebih lanjut dia menjelaskan, tagihan yang disebut utang itu seharusnya pun sudah kadaluarsa kalau merujuk Pasal 1970 KUHAP. Hal itu lantaran sudah lebih 20 tahun tidak ditagih dan yang berutang tidak membayar. Sementara itu, dia menambahkan dalam kasus ini juga sudah ada putusan dari pengadilan yang menyatakan bahwa PT KSM telah mengalami pailit. Terakhir, Yusril mengungkap pembayaran seluruh utang PT KSM juga telah diselesaikan pada tahun 2021.
"Jadi tagihnya itu terakhir hanya tahun 2021. Jadi masa hutangnya sudah tidak bisa ditagih, sudah kadaluarsa, tapi orangnya dinyatakan tersangka, inikan agak aneh," katanya.