Hakim Tanya Sandra Dewi: Anda Masih Ngangsur Tanah Ini Gimana?
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA – Sandra Dewi turut dicecar oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat terkait dengan pembelian tanah di Permata Regency untuk masa tua orang tuanya. Cecaran yang diberikan hakim yakni berupa pertanyaan pembayaran angsuran tanah tersebut. Â
Hal tersebut terungkap ketika Sandra Dewi turut dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjadi salah satu saksi dalam persidangan kasus korupsi Timah dengan terdakwa Harvey Moeis. Persidangan digelar pada Kamis 10 Oktober 2024.
Dalam persidangan itu, hakim turut mencecar Sandra Dewi terkait dengan pembayaran angsuran tanah tersebut. Namun, Sandra mengaku bahwa membeli lahan di Permata Regency untuk masa tua orang tuanya.
"Saudara masih ngangsur ini tanah di Blok J dan 57 ini gimana?" tanya ketua majelis hakim Eko Aryanto.
"Saya tahun 2021 memutuskan untuk membeli kavling di Permata Regency bersama adik-adik saya, jadi, adik-adik saya membeli dulu kavling ini, kemudian saya ikutan membeli karena kami ingin membelikan rumah masa tua untuk orang tua kami," jawab Sandra.
Kemudian, Sandra menjelaskan bahwa pembayaran angsuran tanah itu menggunakan uang pribadinya sendiri. Memang saat itu, uangnya sempat dipinjamkan ke teman suaminya, Harvey.
"Dan uang yang saya pakai adalah uang yang saya pinjamkan kepada teman suami saya dan saya minta dikembalikan uang itu karena saya ingin memakai uang itu untuk membelikan kavling kepada orang tua saya, jadi, saya memberikan pinjaman bukan sumbangan. Jadi, ketika teman suami saya mengembalikan uang itu berarti uang itu adalah hak saya," kata Sandra Dewi.
Dalam kasus ini, Harvey didakwa melakukan pertemuan dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah dan Alwin Akbar selaku Direktur Operasional PT Timah serta 27 pemilik smelter swasta lainnya untuk membahas permintaan Mochtar dan Alwi atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta tersebut.
Selain itu, Harvey juga didakwa melakukan permintaan kepada sejumlah perusahaan penambang timah swasta untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan sebesar USD 500-750 per ton yang seolah-olah dicatat sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola oleh terdakwa atas nama PT Refined Bangka Tin, dengan total Rp 420 miliar.
Perusahaan-perusahaan tersebut yaitu, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Dalam surat dakwaannya, jaksa menyebut Harvey menerima uang panas Rp 420 miliar dari tindak pidana korupsi tata niaga wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) periode 2015-2022.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).