Tidak Ikut Terjerat OTT, Begini Kronologi Lengkap Gubernur Kalimantan Selatan jadi Tersangka Korupsi
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan 7 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fee proyek di Kalimantan Selatan. Adapun dari tujuh tersangka, KPK baru bisa menahan 6 orang tersangka saja. Yang belum ditahan adalah Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor.
Diketahui, tujuh orang tersangka itu yakni Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, Ahmad Solhan (Kadis PUPR Kalimantan Selatan), Yulianti Erlynah (Kabid CK Dinas PUPR Kalimantan Selatan), Ahmad (Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam), Agustya Febry Andrean (Plt Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan), Sugeng Wahyudi (swasta), dan Andi Susanto (swasta).
Sahbirin Noor bisa lolos dari jeratan operasi tangkap tangan atau OTT KPK. Dia terungkap menjadi otak OTT ini setelah anak buahnya buka mulut kepada penyidik KPK.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menjelaskan bahwa kasus dugaan korupsi ini bermula ketika ada informasi yang masuk ke penyidik KPK.
"Pada tahun anggaran 2024 terdapat proses pengadaan barang/jasa untuk beberapa paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang berasal dari Dana APBD Pemprov Kalimantan Selatan TA 2024," ujar Nurul Ghufron, Selasa 8 Oktober 2024 petang.
Tersangka Ahmad Solhan dan Yulianti Erlynah, mulanya melakukan plotting penyedia sejumlah paket pekerjaan sebelum proses pengadaan dilakukan melaluii e-katalog. Kemudian, saat OTT, penyidik mengembangkan kasus dugaan korupsinya.
Ghufron menyebut, dari mulut YUD dan AND terbongkar bahwa ada kasus dugaan korupsi berupa pembayaraan fee terhadap tiga proyek. Ketiga proyek itu yakni pembangunan lapangan sepak bola, pembangunan samsat terpadu, dan pembangunan kolam renang dengan total proyek Rp 54 miliar.
YUD dan AND terpilih menjadi orang kepercayaan Gubernur Sahbirin Noor atau Paman Birin. Keduanya bertugas mengambil fee untuk Paman Birin.
"YUD bersama AND sebagai penyedia pekerjaan di Dinas PUPR Prov. Kalsel, terdapat fee sebesar 2,5 persen untuk PPK dan 5 persen untuk SHB (Gubernur Kalimantan Selatan)," kata Ghufron.
YUD dan AND pun mendapatkan setoran fee untuk Paman Birin yang dimasukkan ke dalam kardus warna cokelat. Uang tersebut senilai Rp 1 miliar.
Ketika para tersangka selain Paman Birin melakukan permainan kotornya, mereka berhasil terciduk penyidik KPK. Namun, saat upaya tangkap tangan tak ada Paman Birin yang ikut diamankan.
"(Ada) 1 buah kardus kuning dengan foto wajah “Paman Birin” berisikan uang Rp 800
juta," kata Ghufron.
Selanjutnya, Ghufron mengatakan penyidik juga berhasil mengamankan uang sebanyak Rp 200 juta dari tersangka YUL selaku (Kabid CK, Dinas PUPR Kalimantan Selatan yang dimasukkan dalam lembar post itu berwarna kuning bertuliskan 'Logistik Paman'.
"2 (dua) lembar post it berwarna kuning bertuliskan “Logistik Paman: 200 juta, LogistikTerdahulu: 100 juta, logistik BPK: 0,5 persen," kata Ghufron.
Dari tangan tersangka, KPK berhasil mengamankan uang belasan miliar yang dimasukkan ke dalam koper, kardus dan plastik berwarna.
"Diduga bahwa 1 (satu) buah kardus coklat berisikan uang Rp 1 milyar merupakan fee 5 persen
untuk SHB dari YUD bersama AND terkait pekerjaan yang mereka peroleh, yaitu Pembangunan Lapangan Sepakbola Kawasan Olahraga Terpadu, Pembangunan Kolam Renang Kawasan Olahraga Terpadu, dan Pembangunan Gedung Samsat," kata Ghufron.
"Bahwa terhadap sejumlah uang lainnya yang ditemukan oleh Penyelidik KPK pada YUL, FEB
dan AMD dengan total sekitar Rp 12 miliar (Rp12.113.160.000,00) dan USD500,00 merupakan bagian dari fee 5 persen untuk SHB terkait pekerjaan lainnya di Dinas PUPR Prov. Kalsel," lanjutnya.
Kemudian, KPK baru menahan enam orang tersangka dari tujuh. Dari kelima tersangka yang berasal dari penyelenggara negara yakni diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Untuk dua tersangka dari pihak swasta dinilai telah melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fee proyek di Kalimantan Selatan. Adapun dari tujuh tersangka, KPK baru bisa menahan enam orang tersangka saja.
Diketahui, tujuh orang tersangka itu yakni Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, Ahmad Solhan (Kadis PUPR Kalimantan Selatan), Yulianti Erlynah (Kabid CK Dinas PUPR Kalimantan Selatan), Ahmad (Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam), Agustya Febry Andrean (Plt Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan), Sugeng Wahyudi (swasta), dan Andi Susanto (swasta). Meski begitu, Sahbirin Noor belum ditahan oleh KPK.
Sahbirin Noor bisa lolos dari jeratan operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Dia terungkap menjadi otak OTT ini setelah anak buahnya buka mulut kepada penyidik KPK.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan bahwa kasus dugaan korupsi ini bermula ketika ada informasi yang masuk ke penyidik KPK.
"Pada Tahun Anggaran 2024 terdapat proses pengadaan barang/jasa untuk beberapa paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang berasal dari Dana APBD Pemprov Kalimantan Selatan TA 2024," ujar Nurul Ghufron, Selasa 8 Oktober 2024 petang.
Tersangka Ahmad Solhan dan Yulianti Erlynah mulanya melakukan plotting penyeddia sejumlah paket pekerjaan sebelum proses pengadaan dilakukan melaluii e-katalog. Kemudian, saat OTT, penyidik mengembangkan kasus dugaan korupsinya.
Ghufron menyebut dari mulut YUD dan AND terbongkar bahwa ada kasus dugaan korupsi berupa pembayaraan fee terhadap tiga proyek. Ketiga proyek itu yakni pembangunan lapangan sepak bola, pembangunan samsat terpadu dan pembangunan kolam renang dengan total proyek Rp 54 miliar.
YUD dan AND terpilih menjadi orang kepercayaan Gubernur Kalsel Paman Birin. Keduanya bertugas mengambil fee untuk Paman Birin.
"YUD bersama AND sebagai penyedia pekerjaan di Dinas PUPR Prov. Kalsel, terdapat fee sebesar 2,5% untuk PPK dan 5% untuk SHB (Gubernur Kalimantan Selatan)," kata Ghufron.
YUD dan AND pun mendapatkan setoran fee untuk Paman Birin yang dimasukkan kedalam kardus warna cokelat. Uang tersebut senilai Rp1 miliar.
Ketika para tersangka selain Paman Birin melakukan permainan kotornya, mereka berhasil terciduk penyidik KPK. Namun, saat upaya tangkap tangan tak ada Paman Birin yang ikut diamankan.
"(Ada) 1 buah kardus kuning dengan foto wajah “Paman Birin” berisikan uang Rp 800
juta," kata Ghufron.
Selanjutnya, Ghufron mengatakan penyidik juga berhasil mengamankan uang sebanyak Rp200 juta dari tersangka YUL selaku (Kabid CK, Dinas PUPR Kalimantan Selatan yang dimasukkan dalam lembar post it berwarna kuning bertuliskan 'Logistik Paman'.
"2 (dua) lembar post it berwarna kuning bertuliskan “Logistik Paman: 200 juta, LogistikTerdahulu: 100 juta, logistik BPK: 0,5%," kata Ghufron.
Dari tangan tersangka, KPK berhasil mengamankan uang belasan miliar yang dimasukkan kedalam koper, kardus dan plastik berwarna.
"Diduga bahwa 1 (satu) buah kardus coklat berisikan uang Rp 1 Milyar merupakan fee 5%
untuk SHB dari YUD bersama AND terkait pekerjaan yang mereka peroleh, yaitu Pembangunan Lapangan Sepakbola Kawasan Olahraga Terpadu, Pembangunan Kolam Renang Kawasan Olahraga Terpadu, dan Pembangunan Gedung Samsat," kata Ghufron.
"Bahwa terhadap sejumlah uang lainnya yang ditemukan oleh Penyelidik KPK pada YUL, FEB
dan AMD dengan total sekitar Rp12 miliar (Rp12.113.160.000,00) dan USD500,00 merupakan bagian dari fee 5% untuk SHB terkait pekerjaan lainnya di Dinas PUPR Prov. Kalsel," lanjutnya.
Kemudian, KPK baru menahan enam orang tersangka dari tujuh. Dari kelima tersangka yang berasal dari penyelenggara negara yakni diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Untuk dua tersangka dari pihak swasta dinilai telah melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang.