Kapolres Manggarai Merespons Dugaan Anggotanya Lakukan Penganiayaan di Poco Leok

Kapolres Manggarai AKBP Edwin Saleh (tengah)
Sumber :
  • Istimewa

Manggarai, VIVA - Kapolres Manggarai AKBP Edwin Saleh menegaskan hingga saat ini tidak ada laporan resmi mengenai dugaan penganiayaan.

Usai Ditangkap di Thailand, Buron Bandar Narkotika Asal Ukraina Tiba di Bandara Soetta

Hal tersebut dikatakan Edwin dalam keterangan pers terkait dugaan penganiayaan oleh anggotanya saat mengamankan proyek perluasan PT PLN Geotermal Ulumbu, Sabtu kemarin, 5 Oktober 2024 

Sebaliknya, kata Edwin, laporan yang diterima berkaitan dengan intimidasi dan pengerusakan rumah warga yang mendukung proyek tersebut. 

Mantan Penyidik KPK Sebut Kortas Tipidkor Dibentuk sebagai Komitmen Polri Berantas Korupsi

“Perlu saya jelaskan terkait pengamanan anggota Polres Manggarai, itu merupakan kewajiban karena kita tahu warga masyarakat yang ada di Poco Leok itu ada yang pro dan ada yang kontra kalau kami tidak melaksanakan pengamanan, siapa yang bisa jamin keamanan di setiap pelaksanaan kegiatan yang ada di Poco Leok sekarang ini, yang sekarang ini sudah masuk tahap pengecekan lokasi dan kami punya kewajiban mengamankan setiap proses tersebut,” kata Edwin.

Ilustrasi aksi bullying atau penganiayaan, kekerasan anak

Photo :
  • www.pixabay.com/bykst
Polri Berhasil Ringkus Pengendali Pabrik Narkoba di Bali

Ia juga menjelaskan bahwa kehadiran anggota Polres bertujuan untuk melindungi semua pihak yang terlibat, termasuk pihak PLN dan media, serta untuk mencegah potensi gesekan antara kelompok pro dan kontra.

Edwin juga menegaskan, tidak ada penyekapan yang terjadi dan anggota Polres hanya bertugas mengamankan situasi. Tindakan yang diambil sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Ia berharap semua pihak dapat berpikir positif demi menciptakan kedamaian dan mendukung percepatan pembangunan daerah. 

Sementara itu, Kornelis Wajong, salah satu tokoh masyarakat asal Poco Leok, Kabupaten Manggarai, mendukung secara penuh langkah pihak keamanan yakni TNI-Polri di Manggarai, saat melakukan pengamanan identifikasi lahan rencana pengadaan tanah pengembangan PLTP Ulumbu unit 5-6 Poco Leok.

Menurut Kornelis, kehadiran TNI-Polri masih dalam batasan wajar dan normal sebagai pengayom masyarakat, karena tidak membawa senjata dan tetap melakukan langkah-langkah preventif atau tindakan pencegahan saat melakukan pengamanan.

“Kehadiran TNI-Polri saat melakukan pengamanan pada saat identifikasi lahan di Meter, Poco Leok (1-2/10) itu masih dalam batasan wajar dan normal karena tidak membawa senjata,” jelas Kornelis.

Situasi di lapangan, jelasnya, warga penolak yang bukan pemilik lahan ini selalu mengeluarkan kata-kata kasar terhadap pemilik lahan, petugas keamanan maupun tim pengadaan lahan Pemda Manggarai.

“Terlihat aneh memang apa yang sedang terjadi di Poco Leok, para penolak yang secara nyata bukan pemilik lahan yang ngotot tolak pembangunan proyek Geothermal,” ungkapnya.

Ia juga menyebutkan warga penolak ini juga sering melontarkan kata-kata tak elok didengar terhadap petugas saat melakukan pengamanan.

“Aparat keamanan saya lihat tidak terpancing dan tetap professional saat menjalankan pengamanan, walaupun sering dicaci maki oleh warga yang seharusnya tidak punya hak sedikit pun atas tanah itu,” kata Kornelis.

Kehadiran TNI-Polri saat melakukan pengamanan identifikasi lahan pembangunan proyek Geothermal di Poco Leok, ungkap Kornelis, untuk mengamankan kedua belah pihak, baik pemilik lahan maupun bukan pemilik lahan.

“Sebab kalau TNI-POLRI tidak hadir dilapangan, bisa terjadi konflik besar antara pemilik lahan maupun bukan pemilik lahan,” jelas Kornelis.

TNI-Polri, kata dia, tidak memiliki kepentingan secara institusi maupun secara pribadi dalam proses pengamanan di wilayah Poco Leok.

“Mereka datang ke lokasi bukan untuk mendukung yang pro maupun kontra tetapi untuk mengamankan kedua belah pihak dan agar tidak terjadi konflik saat pengukuran lahan,” pungkasnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, tindakan mengamankan terhadap salah satu Jurnalis media online Floresa (Herry Kabut) yang dilakukan pihak Kepolisian, jelas Kornelis merupakan langkah tepat oleh pihak keamanan.

Menurutnya, ketika melakukan tugas jurnalistik, apalagi di tempat konflik, seorang jurnalis itu wajib mengenakan identitas.

“Wajar kalau polisi tanya. Menunjukkan identitas diri kepada narasumber atau pihak lain apalagi liput di daerah yang sedang bermasalah itu penting, karena ketika ada masalah pasti yang melindungi,” katanya.

Pada saat aparat menanyakan identitas terhadap Herry Kabut entah apapun profesinya, wajib menunjukkan identitas diri, apalagi mengaku sebagai jurnalis.

Menurut dia, wajar saja pada saat itu pihak kepolisian sempat amankan Herry Kabut yang mengaku jurnalis tanpa menunjukkan identitasnya sebagai wartawan kepada pihak kepolisian.

“Situasi seperti ini sudah standar dan wajar ketika di lapangan, wajah baru perlu diidentifikasi,” tegasnya.

Masih kata Kornelis, yang namanya wartawan itu harus punya identitas, kalau tidak punya identitas sebagai wartawan itu artinya ilegal.

“Patut diduga ini salah satu kelompok yang sering melakukan provokasi dan memperuncing masyarakat di Poco Leok,” tegasnya.

Di samping itu, kata dia, UU Pers juga mengatur tentang bagaimana jurnalis melakukan peliputan, dengan wajib menaati kode etik jurnalis maupun kode etik wartawan Indonesia.

“Misalnya, seorang jurnalis harus menunjukan identitas saat menemui narasumber. Kemudian, jurnalis wajib menjalankan cek and ricek. Dan terpenting, objek berita yang akan ditulis, harus di konfirmasi. Konfirmasi itu sangat esensial, sebagai kewajiban jurnalis,” kata dia.

Menurut Kornelis, di berbagai media telah di-framing seolah-olah masyarakat Poco Leok sebagai pemilik lahan tolak pembangunan Geothermal.

"Coba sebutkan nama pemilik lahannya dan lahannya dimana, karena ini sudah memberikan informasi hoax kepada masyarakat umum," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya