Hakim Mogok Massal Tuntut Kesejahteraan, Wakil Ketua MA: Anggaran Pemerintah Terbatas

Gedung Mahkamah Agung
Sumber :
  • ANTARA FOTO

Jakarta, VIVA – Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Yudisial, Sunarto mengungkap salah satu alasan hakim Indonesia menuntut kesejahteraan gaji dan tunjangan. Dia menyebutkan, salah satu alasannya hakim merasa tak diperhatikan karena anggaran pemerintah masih terbatas.

Gus Yahya: Masyarakat Perlu Dengar Penjelasan Pemerintah soal PPN 12 Persen

"Permasalahan-permasalahan yang kita hadapi sekarang, masalahnya cuma satu, terbatasnya anggaran pemerintah. Terbatasnya anggaran APBN kita," ujar Sunarto kepada wartawan Senin, 7 Oktober 2024.

Logo Mahkamah Agung.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Andika Wahyu
Disahkan Pemerintah, Ini Struktur Kepengurusan PMI di Bawah Jusuf Kalla

Sunarto menuturkan, saat ini MA sudah melakukan negosiasi dengan Kementerian Keuangan hingga Bappenas. Banyak hal yang harus dipertimbangkan soal gaji dan tunjangan hakim.

"Untuk tahun ini arahnya ke sini, Pak Isha, Pak Dirjen sudah katakan tadi, arahnya ke sini, arahnya ke sini, sehingga Makhamah Agung kebetulan anginnya enggak ke Makhamah Agung. Mudah-mudahan di pemerintah yang baru, anginnya mengarah pada Makhamah Agung. Insya Allah, kalau anggarannya dinaikkan, saya rasa Pak Dirjen anggaran Pak Isha juga enggak akan keberatan, akan mendukung," ujarnya.

Pemerintah Terapkan Kenaikan PPN 12 Persen dengan Asas Keadilan dan Gotong Royong

Sunarto menegaskan jika gaji dan tunjangan para hakim dinaikkan tahun ini, lantas tak ada anggaran yang bisa mencukupinya. Maka itu, MA dan KY mengajak para hakim melakukan audiensi.

"Problemnya mana? Dua bulan aja sempat Ketua yang mimpin rapat ini, Pak Harto sempat tanya ke Kepala Biro Keuangan 'ada enggak seandainya berlaku November, Desember?' Masih tanya, terus mau dibayar pakai apa kalau enggak ada dananya?,” ujarnya.

Untuk itu, Sunarto mengajak para hakim untuk sama-sama berjuang menjaga independensi. “Marilah kita berjuang bersama-sama, karena independensi, kemandirian itu merupakan hal mutlak. Itu adalah, di negara manapun, itu independensi harus dijaga. Independensi tidak boleh digadaikan, sikap kita tegas," jelas Sunarto.

Diberitakan sebelumnya, ribuan hakim protes atas gaji dan tunjangan yang tidak memadai saat ini. Maka itu para hakim memunculkan sebuah gerakan yakni akan melakukan 'Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia'. Gerakan cuti bersama itu bakal dilakukan para hakim mulai 7 hingga 11 Oktober 2024.

"Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia ini akan dilaksanakan secara serentak oleh ribuan hakim mulai tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024. Sebagian dari kami juga akan berangkat ke Jakarta untuk melakukan aksi simbolik, sebagai bentuk protes terhadap kondisi kesejahteraan dan independensi hakim yang telah terabaikan selama bertahun-tahun," ujar Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia Fauzan Arrasyid dalam keterangan tertulisnya Jumat, 27 September 2024.

Dia menjelaskan bahwa protes tersebut bakal dilakukan para hakim daerah menuju Jakarta. Para hakim itu akan melakukan audiensi hingga aksi proses serta bersilaturahmi dengan para lembaga dan tokoh nasional yang masih peduli dengan isu peradilan.

Fauzan menyebut hal itu dilaksanakan berdasarkan bentuk upaya memperjuangkan profesi hakim dan sistem hukum Indonesia. Gerakan ini juga memiliki tujuan untuk menyuarakan aspirasi para hakim yang telah lama terabaikan.

Lebih jauh, Fauzan menuturkan fakta dan data mengenai kesejahteraan hakim. Menurutnya, ada 11 data yang dipaparkan diantaranya yakni gaji dan tunjangan yang tidak memadai, inflasi yang terus meningkat, tunjangan kinerja hilang sejak 2012, tunjangan kemahalan yang tidak merata, beban kerja dan jumlah hakim yang tidak proporsional, kesehatan mental, harapan hidup hakim menurun, rumah dinas dan fasilitas transportasi yang tidak memadai.

Atas peristiwa yang membuat munculnya gerakan proses ini, lantaran adanya dampak untuk kesejahteraan keluarga hakim mengenai gaji dan tunjangan yang tidak sesuai ini. Fauzan menyebut juga tidak ada risiko keamanan dan jaminan keamanan bagi keluarga hakim.

"Akibat tunjangan yang tidak mengalami penyesuaian selama 12 tahun, kini banyak hakim yang tidak mampu membawa keluarganya ke daerah penempatan kerja. Jika harus membawa seluruh anggota keluarga, hakim memerlukan biaya yang cukup besar, yang tidak dapat ditanggung dengan penghasilan mereka saat ini," kata Fauzan.

Gerakan ini juga menyoroti kurangnya keberpihakan terhadap hakim perempuan. Fauzan mengatakan hakim perempuan kurang mendapat perhatian khusus mengenai tugas kerja.

Berikut tuntutan lengkap dalam gerakan hakim se-Indonesia:

1. Menuntut Presiden Republik Indonesia segera merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di bawah Mahkamah Agung, untuk menyesuaikan gaji dan tunjangan hakim sesuai dengan standar hidup layak dan besarnya tanggung jawab profesi hakim.

2. Mendesak Pemerintah untuk menyusun peraturan perlindungan jaminan keamanan bagi hakim, mengingat banyaknya insiden kekerasan yang menimpa hakim di berbagai wilayah pengadilan. Jaminan keamanan ini penting untuk memastikan bahwa hakim dapat menjalankan tugasnya tanpa tekanan atau ancaman.

3. Mendukung Mahkamah Agung RI dan PP IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia) untuk berperan aktif dalam mendorong revisi PP 94/2012, dan memastikan bahwa suara seluruh hakim di Indonesia didengar dan diperjuangkan.

4. Mengajak seluruh hakim di Indonesia untuk memperjuangkan perbaikan kesejahteraan hakim secara bersama melalui aksi cuti bersama pada tanggal 7-11 Oktober 2024, sebagai bentuk protes damai dan menunjukkan kepada pemerintah bahwa kesejahteraan hakim adalah isu yang sangat mendesak.

5. Mendorong PP IKAHI untuk memperjuangkan RUU Jabatan Hakim agar kembali dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan segera disahkan, sehingga pengaturan kesejahteraan hakim dapat diatur dalam kerangka hukum yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya