Nasib 10 Juta Pedagang di Ujung Tanduk, Aparsi Tolak Aturan Baru Tembakau

Ketum Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi), Suhendro
Sumber :
  • VIVA/Surya Aditiya

Jakarta, VIVA – Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi) menyerahkan permohonan perlindungan kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kamis, 26 September 2024. Permohonan perlindungan tersebut  secara simbolis diterima oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Moga Simatupang.

Kemenperin Tegaskan Kemasan Rokok Diseragamkan Picu Makin Maraknya Produk Ilegal

Permohonan tersebut menyorot soal pasal-pasal pengaturan penjualan produk tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK). Mereka beranggapan regulasi tersebut mengancam keberlangsungan mata pencaharian pedagang.

“Ada 10 juta anggota Aparsi yang terdiri dari 10.000 pasar tradisional, yang tentu di dalamnya menjual produk tembakau akan terimbas pelarangan zonasi 200 meter dari satuan pendidikan. Selain tergerus pendapatannya, keberadaan usaha pedagang pasar juga terancam hilang,” sebut Ketua Umum Aparsi, Suhendro dalam rilis yang diterima VIVA Senin, 30 September 2024 malam.

Rokok Tanpa Merek Langgar Hak Konsumen? Ini Kata Guru Besar Universitas Sahid

Dalam dokumen permohonan tersebut, Aparsi  juga menolak Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan turunan PP 28 yang memuat ketentuan kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau dan rokok elektronik. 

Kanwil Bea Cukai Sumbagtim Gelar Pemusnahan Bersama Barang Hasil Penindakan

“APARSI dan asosiasi sektor ritel maupun pasar memohon perlindungan pemerintah, melalui hal ini Kemendag sebagai pembina sektor kami, agar pasal-pasal di dalam PP No 28 Tahun 2024 dan pembahasan aturan teknisnya yang ada di RPMK dihentikan, agar tidak celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan praktik-praktik yang merugikan pedagang kecil di lapangan,” kata Suhendro.

Suhendro menilai, dalam Pasal 434, ayat 1 huruf (d) dan (e) definisi dan ruang lingkup “satuan pendidikan” dan “tempat bermain anak” serta cara dan metode pengukuran 200 meter tidak dijelaskan secara detil dan bersifat multi-tafsir.

“Terkait larangan penjualan rokok 200 meter dari tempat satuan pendidikan dan tempat bermain anak merupakan bentuk diskriminatif terhadap pedagang dan peritel yang telah berada di lokasi tersebut terlebih dahulu sebelum PP No. 28 Tahun 2024 disahkan,” kata dia.

Panen tembakau petani Indonesia. (ilustrasi)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Suhendro berharap pemerintah dapat melindungi para pelaku ekonomi kerakyatan dengan peraturan yang juga pro rakyat kecil. Selama ini, kata dia, produk tembakau dan rokok elektronik adalah barang legal yang berkontribusi terhadap pendapatan pedagang dan penerimaan negara. 

“Harapan kami pedagang dapat menjual produk tembakau dan rokok elektronik demi keadilan berusaha.. Kami siap berkolaborasi untuk terus menurunkan angka prevalensi perokok anak,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya