Ini Sosok Letnan Jenderal TNI yang Menolak Penayangan FIlm G30S/PKI di Era Presiden BJ Habibie
- Foto: Kemdikbud
Jakarta,Ā VIVAĀ āĀ Setiap akhir September, bangsa Indonesia mengenang salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah, yaitu Gerakan 30 September atau G30S. Momen ini mengingatkan kita pada pembunuhan tragis sejumlah jenderal Angkatan Darat yang jasadnya ditemukan di Lubang Buaya.
Tragedi berdarah ini kemudian diabadikan dalam sebuah film berjudul Pengkhianatan G30S/PKI, yang digarap oleh Arifin C. Noer dan Nugroho Notosusanto. Pada masa Orde Baru, di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, film tersebut dijadikan tontonan wajib setiap tahunnya, ditayangkan di TVRI dan sejumlah stasiun televisi swasta sebagai bagian dari propaganda negara.
Namun, era penayangan wajib film ini berakhir pada 1998, ketika Menteri Penerangan di era Presiden B.J. Habibie, Letjen TNI (Purn) Muhammad Yunus Yosfiah, memutuskan untuk menghentikan tradisi tersebut.
Alasannya cukup kontroversial, menurut Yunus, film tersebut tidak merefleksikan fakta sejarah dengan akurat, dan banyak memuat narasi yang menyimpang dari kenyataan.
Dirilis pada 1984, film Pengkhianatan G30S/PKI dinilai sebagai alat propaganda Soeharto yang menuduh keterlibatan PKI dalam kudeta 1965. Yunus menilai bahwa narasi tersebut sudah tidak relevan dengan semangat Reformasi yang berkembang pada 1998.
Profil Letjen TNI (purn) Jenderal (Letjen) TNI Muhammad Yunus Yosfiah
Menteri Penerangan Purnawirawan Letjen TNI Muhammad Yunus Yosfiah lahir di Polewali Mandar, Sulawesi Barat pada 7 Agustus 1944.
Ia merupakan seorang Menteri Penerangan dengan periode 1998 - 1999 di era kepresidenan B.J Habibie sebelum Kementerian Penerangan dibubarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Sebagai informasi, Kementerian Penerangan dibentuk kembali pada 2001 dengan nama Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi yang kemudian menjadi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang kita kenal sekarang.
Karier Politik
Di era Presiden Megawati Soekarnoputri, Yosfiah aktif sebagai politisi di partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP dari 2003 hingga 2007.
Ia pun sempat terpilih menjadi anggota DPR RI di Komisi XI periode 2004 - 2009 dari fraksi Partai berlogo ka'bah, PPPP.
Karier Militer
Sebelum menjadi politikus, ia pun memulai kariernya sebagai perwira tinggi (pati) TNI, lulus dari Akademi Militer Nasional pada 1965.
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Yunus Yosfiah memiliki karier militer yang panjang dan beragam, dengan sejumlah jabatan penting yang pernah diembannya.
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Yunus Yosfiah memiliki karier militer yang panjang dan beragam, dengan sejumlah jabatan penting yang pernah diembannya.
Yunus memulai karier militernya sebagai Komandan Peleton di Grup 2 Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang kemudian dikenal sebagai Kopassandha. Dari sini, ia melanjutkan tugas sebagai Komandan Kompi di Grup 2 dan Grup 4.
Pada 1977 hingga 1979, Yunus dipercaya memimpin Batalyon Infanteri 744 sebagai komandan, sebuah jabatan strategis yang kemudian diikuti oleh peran sebagai Wakil Komandan Grup 3 Kopassandha. Setelah itu, ia menjabat sebagai Asisten Operasi Kepala Staf Kodam XVI/Udayana, sebuah posisi penting di wilayah timur Indonesia.
Pada 1985 hingga 1987, Yunus diangkat menjadi Komandan Komando Resor Militer (Korem) 164/Wiradharma. Setelahnya, ia bertugas sebagai Direktur Peningkatan Pembangunan dan Pendidikan Akademi Militer dari 1987 hingga 1989.
Yunus kemudian menjabat sebagai Kepala Staf Kodam VI/Tanjungpura antara 1990 dan 1993, sebelum akhirnya diangkat sebagai Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri pada 1993 hingga 1994. Pada 1994, ia memegang jabatan penting sebagai Panglima Kodam II/Sriwijaya, yang diembannya hingga 1995.
Karier Yunus terus menanjak saat ia diangkat sebagai Komandan Sesko ABRI dari 1995 hingga 1997, kemudian dilanjutkan dengan posisi Kepala Staf Sosial Politik ABRI pada 1997. Pada tahun yang sama, ia juga menjabat sebagai Ketua Fraksi ABRI di MPR, tepat sebelum memasuki era reformasi pada 1998.
Hingga akhirnya ia melanjutkan kariernya sebagai politisi di Partai PPP.