Saksi Ungkap Bayar Iuran Bulanan Pungli Rutan KPK Ada Tenggat Waktunya: Jangan Lewat Tanggal 10
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Jakarta, VIVA – Mantan Sekertaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan, Edy Rahmat turut menjadi salah satu saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan kasus pungutan liar (pungli) di Rutan KPK. Edy dalam persidangan turut mengungkap bahwa ada tenggat waktu pembayaran iuran bulanan pungli di Rutan KPK.
Edy Rahmat hadir dalam persidangan secara virtual dari Lapas Kejari Makassar pada Senin 30 September 2024. Dia mulanya menjelaskan bahwa ada petugas Rutan KPK yang menawarkan jasa pengacara saat dirinya baru pertama kali ditahan di Gedung C1 KPK.
"Saudara masih ingat siapa? petugas rutan yang mendatangi saudara?," tanya jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
"Wardoyo pak," jawab Edy Rahmat.
"Terus saudara jadi pakai pengacara yang direkomendasikan pak Wardoyo," kata jaksa dan dijawab, 'tidak' oleh Edy.
Jaksa pun menanyakan siapa orang yang menawarkan jasa pengacara tersebut. Edy Rahmat pun menuturkan bahwa dirinya tidak tahu, bahkan para terdakwa juga tidak termasuk yang menawarkan.
"Itu apa yang disampaikan? mengikuti aturan maksudnya bagaimana?," tanya jaksa melanjutkan.
"Mengikuti aturan, misalnya pak harus kek dipaksa memakai hp dan membayar bulanan begitu pak," jawab Edy.
Edy menjelaskan bahwa jika tahanan yang berada di gedung C1 saat itu tidak mengikuti aturannya, misal tidak memakai ponsel genggam maka akan mendapatkan hukuman.
"Apa yang disampaikan pak ubai, Ramadan Ubaidillah dan pak sopian ketika mengikuti aturan itu bgman ? spesifiknya?," tanya jaksa.
"Spesifiknya itu pak kalau tidak memakai hp itu kita di isolasi dan disuruh membersihakan ruangan dan olahraganya dibatasi pak," ucap Edy.
Edy mengatakan bahwa iuran yang diberikan untuk petugas Rutan KPK sebanyak Rp20 juta untuk penggunaan ponsel genggam. Ia mengaku diisolasi selama di tahanan gedung C1 selama 14 hari.
"Jadi pertama diminta untuk penggunaan hp itu 20 juta pak," kata Edy.
Tersangka kasus korupsi itu, menjelaskan bahwa selama menjadi tahanan di Gedung C1 diminta untuk membayar iuran setiap bulan. Besaran iurannya yakni Rp5 juta.
"Kalau iuran bulanan ada ga disampaikan pak ubai dan pak sopian?," kata jaksa.
"Ada pak," kata Edy.
"Berapa?," tanya jaksa.
"Rp5 juta pak," kata Edy.
Selama menggunakan ponsel genggam, Edy diminta untuk membayar Rp20 juta. Tapi tak disanggupi Edy, dan hanya mampu membayar Rp17 juta.
"Jadi setelah itu kami kan, setelah itu memberikan nomor hp ke istri, istri komunikasi, istri bilang ga sanggup 20 pak. Jadi akhirnya yang saya penuhi 17 pak," kata Edy.
Edy dipinjamkan ponsel hanya untuk berkomunikasi dengan istri dan keluarganya. Dia pun mengakui jika tak mampu membayar iuran bulanan yang sebesar Rp5 juta itu maka ada dampaknya.
"Kalau ga mau membayar uang bulanan Rp5 juta itu apa sih dampaknya yang dialaminya nanti?," kata jaksa.
"Kalau kami kalau ga bayar pak, dipindahkan ke lantai 9 (isolasi) sama disuruh bersih bersih, dilarang olahraga," kata Edy.
Tagihan pembayaran iuran bulanan di dalam Rutan KPK itu dilakukan setiap awal bulan. Namun Edy tak  menampik tanggal pastinya.
Meski begitu, Edy menjelaskan bahwa iuran wajib disetorkan jangan melewati tanggal 10.
"Ya  ketika maksudnya jangan sampai lewat tanggal berapa gitu?," kata jaksa.
"Ya jangan lewat lewat tanggal 10 pak, udah warning pak," tandas Edy.
Edy menyebutkan bahwa dirinya sudah membayarkan iuran bulanan didalam rutan KPK sebanyak Rp35 juta.