Kewenangan Penyidikan hingga Penuntutan Dinilai Buat Kejaksaan Superpower dan Tak Bisa Dikontrol

Gedung Kejaksaan Agung
Sumber :
  • VIVA/Zendy Pradana

Jakarta, VIVA – Kewenangan penyidikan oleh kejaksaan dalam tindak pidana tertentu menyebabkan kejaksaan menjadi superpower. Hal ini diungkap oleh Pengamat hukum Ade Adriansyah Utama.

Selama Lima Tahun, KPK Berhasil Usut 622 Penyidikan Korupsi

Ade berpandangan jika aparat penegak hukum bersifat superbody dalam penegakan hukum maka dipastikan menimbulkan efek negatif dalam implementasinya.

Gedung Kejaksaan Agung.

Photo :
  • VIVAnews/Maryadi
KPK Ternyata Terbitkan 11 SP3 Selama 5 Tahun, Ada Kasus Sjamsul Nursalim

Dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Kejaksaan disebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, hingga pemberian jasa hukum.

“Yang harusnya 3 matra hukum berkordinasi dan kerja sama ini malah terjadi persaingan dan melemahkan satu dgn lainnya, akibat kepentingan dan dukungan politik,” kata Ade dalam keterangannya di Jakarta, Rabu 25 September 2024.

Menko Yusril: Wacana Penanganan Korupsi oleh Satu Lembaga Masih Dikaji

Menurut Ade, kewenangan penyidikan kejaksaan dalam tindak pidana tertentu seharusnya ada pembatasan yang jelas. Sebab bukan tidak mungkin wewenang jaksa sebagai penyidik akan membuat jaksa dapat sewenang-wenang dalam proses penyidikan. 

“Bayangkan, dalam proses prapenuntutan atas penyidikan yang dilakukan jaksa dilakukan sekaligus sehingga tidak ada kontrol dari lembaga lain,” kata Ade.

Maka dengan tidak ada fungsi kontrol tersebut, jaksa sering mengabaikan permintaan hak-hak tersangka, seperti permintaan untuk dilakukan pemeriksaan saksi/ahli dari tersangka dengan tujuan membuat terang suatu perkara.

“Superbody dalam penegakkan hukum malah akan melemahkan komitmen penegakkan hukum,” kata Ade.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya