Center of Excelent (CoE) Wujud Keberpihakan Pemerintah kepada Pekebun
- Kementan
VIVA – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), mendorong korporasi petani dan nelayan guna mewujudkan transformasi ekonomi. Menurut Presiden, petani dan nelayan perlu didorong untuk berkelompok dalam jumlah besar dan berada dalam sebuah korporasi, sehingga tercipta skala ekonomi yang efisien dan bisa mempermudah petani dan nelayan dalam mengakses pembiayaan, informasi, teknologi, meningkatkan efisiensi, serta memperkuat pemasaran. Jadi membangun proses bisnis mulai dari produksi hingga pascapanen.
Hal ini mendorong Kementerian Pertanian (Kementan) agar berperan aktif mendorong pengembangan hilirisasi dan kegiatan korporasi petani, salah satunya perkuat komoditas kopi di Kabupaten Bandung melalui pemanfaatan CoE.
Di bulan Agustus tahun 2023 lalu, Kementan melalui Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) menginisiasi kegiatan pembangunan Center of Excellent (CoE). Melalui CoE tersebut, komoditas kopi di Kabupaten Bandung tidak hanya punya branding yang kuat, tetapi juga dapat melakukan penguatan kelembagaan, pemberdayaan petani dan kemitraan, sekaligus mengangkat produk kopi nasional di dunia internasional.
Sebagai informasi, korporasi perkebunan yang terdiri dari satu Korporasi Percontohan Nasional (KPN) dan lima calon korporasi nasional merupakan major project pada beberapa komoditas strategis, seperti kopi, kakao, kelapa, dan aren. Untuk mendukung penumbuhkembangan korporasi, Ditjenbun menggandeng GIZ melalui proyek SASCI Plus. Proyek ini mendorong peningkatan kapasitas petani kopi dan kelembagaannya. Proyek ini telah melaksanakan assessment terhadap kelembagaan petani yang merupakan anggota PT JPLM (Farmer Organization Assessment) untuk mengkaji kondisi organisasi petani saat ini dan menilai kondisi terkini perkebunan kopi dan petani di kawasan hutan.
Demi mengoptimalkan pemanfaatan CoE di Kabupaten Bandung, Heru Tri Widarto Plt. Direktur Jenderal Perkebunan berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kabupaten Bandung bersama pihak terkait lainnya. Kamis (19/09) di Bandung.
"Pemanfaatan CoE harus segera didorong dan dimaksimalkan mengingat waktu 90 hari sebelum tahun 2024 selesai. Selama ini CoE telah dimanfaatkan untuk penjemuran kopi dan pelatihan. Namun penggunaan Gedung CoE belum termanfaatkan secara optimal karena belum tersedianya alat pengolahan," ujar Heru.
Lebih lanjut Heru mengatakan, mari bersinergi perkuat pemanfaatan CoE ini, karena tidak bisa dilakukan sendiri harus kita dorong bersama. Terkait alat, hal ini bisa dikoodinasikan dengan Direktorat Jenderal Perkebunan terkait pengusulan alat pascapanen dan pengolahan kopi.
Heru menjelaskan, 350 Petani telah dibina dalam penerapan GAP, namun masih perlu adanya koordinasi lebih lanjut terkait legalitas lahan (penggunaan lahan perhutani). Selain itu, juga perlu didukung terkait transportasi, ini bisa teratasi dengan memanfaatkan investasi dan CSR untuk pengembangan CoE kedepannya.
"Koperasi baru/poktan/gapoktan lain perlu didukung alat pascapanen dan pengolahan Kopi. Sedangkan untuk menarik investasi maupun CSR, bisa upayakan dengan menunjukkan bahwa koporasi petani kopi Jawa Barat menguntungkan," tambahnya.
Heru menekankan agar berbagi peran dan saling bersinergi, untuk peran Ditjen Perkebunan sudah diupayakan. Begitu juga dengan peran pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya, juga perlu dimaksimalkan untuk mendorong kelompok-kelompok tani, membangun korporasi bersama. PR kedepannya dari bantuan yang sudah kita berikan harus dimaksimalkan pemanfaatannya. Kreasikan inovasi dan kreativitas demi mengoptimalkan pemanfaatan CoE sangat perlu segera dilakukan karena menyoroti peran CoE sebagai pusat inovasi dan pelatihan bagi para petani kopi.
“Saya berharap, kegiatan CoE ini mampu menjawab tantangan perkebunan kedepannya," harapnya.