Soal Mahfud Dapat Fasilitas Jet Pribadi saat Jabat Ketua MK, Begini Kata Pengamat

Sebuah pesawat jet Pribadi tengah parkir di bandara.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Bobby Andalan

Jakarta, VIVA – Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengaku pernah menggunakan jet pribadi saat masih menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu disampaikan Mahfud melalui akun media sosial pribadinya.

Menanggapi hal itu, praktisi hukum dan pemerhati politik sosial budaya, Agus Widjajanto, mengatakan fasilitas jet pribadi yang diterima Mahfud MD dari Jusuf Kalla tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Cawapres nomor urut tiga Mahfud MD

Photo :
  • Istimewa

Agus juga mengkritik sikap Mahfud yang tidak fair dalam mengomentari kasus dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep. Sebab, kata Agus, berbeda dengan Kaesang yang bukan merupakan pejabat negara, Mahfud, yang saat itu menjabat sebagai hakim dan Ketua MK, termasuk dalam kategori penyelenggara negara yang dilarang menerima barang atau fasilitas dalam bentuk apa pun.

"Apakah Kaesang Pangarep seorang pegawai negeri/pemerintah atau pejabat negara? Karena Kaesang bukan pejabat negara, maka sesuai bunyi undang-undang, tidak bisa diterapkan gratifikasi untuk dia," kata Agus Widjajanto dalam keterangannya, Jumat, 13 September 2024.

Agus juga menjelaskan bahwa Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) mendefinisikan gratifikasi secara luas, termasuk penerimaan tiket pesawat. Oleh karena itu, meskipun ada klaim bahwa fasilitas tersebut tidak mempengaruhi jabatan Mahfud, identitas jabatan dan pribadi Mahfud tidak dapat dipisahkan.

Dalam konteks itu, Agus Widjajanto mengungkapkan bahwa yang termasuk kategori gratifikasi adalah pemberian yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara/pejabat negara.

"Gratifikasi bisa berupa uang, barang, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, fasilitas wisata, pengobatan, dan sebagainya," ungkap Agus.

Ditegaskan Agus, gratifikasi secara prinsip bersifat netral dan wajar. Akan tetapi, dalam kenyataannya di lapangan, gratifikasi bisa dikategorikan atau diklasifikasikan sebagai suap, terutama jika berhubungan dengan jabatan sesuai tugas dari pejabat tersebut.

Agus menganggap Mahfud MD tidak adil terhadap Kaesang dengan meminta KPK untuk mengusut Kaesang, sebagai tindakan yang tidak etis dan tidak adil. Sementara, dari pengakuan Mahfud sendiri, saat menjabat sebagai Ketua MK, ia pernah mendapatkan fasilitas transportasi dari pihak lain berupa jet pribadi.

Haikal Hassan Wajibkan Sertifikasi Halal untuk Segala Produk, Mahfud MD: Beragama Jadi Terasa Sulit

"Hal ini merupakan kontradiksi dalam melihat posisi masalah, di mana kalau fair, justru beliau yang harus melaporkan gratifikasi tersebut saat menjabat Ketua MK dulu, saat menjadi pejabat negara dari lembaga yudikatif," tutur Agus.

"Sesuai asas legalitas dalam hukum pidana, seseorang pada dasarnya tidak bisa dipidana kecuali atas adanya aturan hukum yang sudah ada terlebih dahulu (vide Pasal 1 ayat 1 KUHP)," sambungnya.

3 Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tanur Ditangkap, Mahfud MD; Bravo Kejagung

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD

Photo :
  • Danar Dono

Agus menambahkan bahwa, jika ingin menambah frasa melalui pengembangan norma secara filosofi, maka harus dilakukan revisi terlebih dahulu terhadap UU Tindak Pidana Korupsi. Misalnya, atas perkembangan zaman, jika ingin memasukkan ketua partai dan masyarakat di luar pejabat negara agar terkena gratifikasi.

Respons Keras Mahfud soal Yusril Bilang Tragedi 98 Bukan Pelanggaran HAM Berat

"Karena Indonesia menganut sistem hukum positivisme," pungkas Agus Widjajanto.

Mahfud MD

Cerita Mahfud MD Ditinggal Semua Pengawalnya saat Kasus Cicak vs Buaya, Hingga Akhirnya Dibantu Luhut

Mahfud MD menceritakan dirinya pernah ditinggalkan semua pengawal pribadinya pada saat menangani Kasus Cicak Vs Buaya. Luhut menolongnya dengan memberikan 2 pengawal.

img_title
VIVA.co.id
19 November 2024