Saksi Ungkap Fakta Dana CSR Rp 1,6 M dari PT SIP di Kasus Dugaan Korupsi Timah
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Kasir pada Bagian Keuangan PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), Yulia jadi salah satu saksi yang dihadirkan dalam persidangan kasus dugaan korupsi sektor timah, Kamis 12 September 2024.
Yulia dihadirkan dalam kaitannya dengan dakwaan jaksa yang menyebut ada aliran dana yang diduga gratifikasi berkedok dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar Rp 600 juta dan Rp 1 miliar.
Dalam dakwaan disebutkan, dana tersebut diberikan Komisaris PT SIP, Suwito Gunawan kepada Harvey Moeis sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT).
Adapun dalam kesaksiannya, Yulia mengaku tidak dapat memastikan bagaimana dana tersebut mengalir ke pihak Harvey Moeis.
"Tidak dapat memastikan apakah dana Rp 600 juta tersebut ditransfer ke Helena (melalui PT Quantum Skyline) atau PT mekarindo abadi sentosa (bukan milik helena)," terang Yulia dalam kesaksiannya.
Keterangan serupa juga diberikan Yulia terkait aliran dana sebesar Rp 1 miliar. Ia pun menambahkan, dirinya tak mengetahu apa alasan uang tersebut dikirimkan.
"Tidak tahu alasan atau tujuan pengiriman dana tersebut dan sudah tidak mempunyai bukti transfer atas transaksi tersebut," ungkapnya.
Keterangan saksi Yulia dalam persidangan tersebut sekaligus mengklarifikasi nilai dana CSR PT SIP bukan Rp 2,1 miliar sebagaimana tercantum di dakwaan melainkan hanya Rp 1,6 miliar.
PT Stanindo Inti Perkasa adalah satu dari lima perusahaan smelter swasta yang terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi sektor timah. Dalam dakwaan disebutkan, Harvey Moeis sebagai inisiator program kerja sama sewa peralatan processing pelogaman timah itu meminta pihak-pihak smelter menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan sebagai uang pengamanan.
Jaksa mengatakan uang pengamanan itu dijadikan seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) dengan 2 cara yaitu pertama, diserahkan langsung kepada Harvey Moeis, dan kedua, ditransfer ke rekening money charger PT Quantum Skyline Exchange atau ke money changer lain yang ditunjuk oleh terdakwa Helena Lim.
Jaksa mengatakan uang CSR dari smelter swasta yang ditampung Helena di PT QSE berasal dari PT Stanindo Inti Perkasa dalam tiga kali transfer dengan total Rp 2,1 miliar.