Cerita Tahanan Rutan KPK Ditagih Bayar Rp 20 Juta: Kalau Tidak Bayar Harus Kerja Terus
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA – Salah satu tahanan pada Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi atau Rutan KPK, Firjan Taufa, menjelaskan dirinya pernah ditagih untuk membayar uang puluhan juta saat baru masuk dalam tahanan. Hal itu terungkapnya kala menjadi salah satu saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum atau JPU.
Persidangan kasus pemungutan liar atau pungli di dalam Rutan KPK, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 9 September 2024. Firjan Taufa merupakan salah satu tahanan di Rutan KPK dalam kasus korupsi proyek jalan di Bengkalis, Riau.
Dia menjelaskan, mulanya sempat ditemui oleh dua orang yakni eks Dirut Sarana Jaya, Yoory Corneles dan tersangka kasus korupsi pengadaan BCSS pada Bakamla, Juli Amar Ma'ruf. Pertemuan tersebut berlangsung pada tahun 2021 di Rutan KPK.
"Waktu saya masuk ke Rutan Guntur saya diterima Pak Yoory. Setelah diterima saya dibawa ke ruangan. Langsung disuruh tunggu sebentar dan dipanggil sama Pak Yoory dan saya dikenalkan ini Pak Juli Amar. Lalu dia bilang dia sebagai korting," jelas Firjan di ruang sidang.
"Dijelaskan apa itu korting?" tanya jaksa.
"Saya nggak nanya karena saya istilahnya lagi nggak karuan," jawab Firjan.
"Yang korting siapa?" tanya jaksa.
"Juli Amar," kata Firjan.
Firjan menyebut sempat dijelaskan soal peraturan di dalam Rutan KPK oleh Yoory dan Juli Amar. Aturan itu, berupa adanya iuran bagi setiap tahanan yang baru masuk.
"Setelah dikenalkan saya dibilang di sini nggak ada kamar, penuh semua. Terus untuk sementara diisolasi. Setelah itu baru diterangkan di sini ada aturan mainnya," kata Firjan.
"Apa itu? Ada nggak disampaikan ada aturan yang sudah turun-temurun?" tanya jaksa.
"Ada, ini aturan sudah ada sebelum-sebelumnya. Dibilang iuran. Saya posisi waktu itu belum ngerti juga," jelas Firjan.
"Dijelaskan nggak itu wajib?" tanya jaksa.
"Iya dibilang iuran yang harus dilaksanakan. Katanya di sini untuk teman-teman petugas (Rutan KPK)," kata Firjan.
Firjan lalu mengaku bahwa dirinya dimintakan uang sebanyak Rp 20 juta. Ia bingung ketika diminta untuk membayar iuran sebanyak itu.
"Awalnya disuruh Rp 20 (juta). Maksudnya langsung Rp 20 juta. Saya bilang untuk apa? 'Ya untuk kita di sini'. Habis itu posisi saya lagi emang selama 14 hari selama itu kan tidak bertemu siapa-siapa jadi saya bingung terus saya bilang saya minta waktu dulu," jelas Firjan.
Kemudian, Firjan langsung menghubungi pengacaranya lewat ponsel genggam Juli Amar. Dia meminta pengacaranya mengirimkan uang Rp 21,5 juta ke rekening yang telah diberikan oleh Juli Amar.
"Berapa ditransfer?" tanya jaksa.
"Saya waktu itu Rp 21,5 juta," beber Firjan.
"Nah apakah ada semacam ini memberikan iuran dijelaskan Pak Yoory sama Pak Juli kalau nggak kasih begini kalau nggak kasih begini?" ucap jaksa.
"Ada di awal waktu itu 'kalau bapak nggak kasih iuran, harus bekerja terus tidak boleh berkeliaran ke mana-mana. Kalau memberikan bisa menggunakan fasilitas ke mana-mana'," jawab Firjan.
Adapun 15 orang mantan pegawai rutan KPK yang telah dijatuhi didakwaan yakni mantan Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, eks Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rutan KPK 2018 Deden Rochendi, eks Plt Kepala Cabang Rutan KPK 2021 Ristanta, dan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK pada 2018-2022, Hengki. Kemudian eks petugas di Rutan KPK, yakni Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah.
Jaksa menjelaskan bahwa pungli di rutan KPK dilakukan pada bulan Mei 2019 sampai dengan bulan Mei 2023. Eks pegawai rutan KPK melakukan pungli dinilai melanggar ketentuan dalam UU, Peraturan KPK, hingga Peraturan Dewas KPK.
"Secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya, yaitu para terdakwa selaku petugas Rutan KPK telah menyalahgunakan kekuasaannya atau kewenangannya terkait dengan penerimaan, penempatan, dan pengeluaran tahanan serta memonitor keamanan dan tata tertib tahanan selama berada di dalam tahanan," kata jaksa.
"Yang bertentangan dengan Pasal 5 UU No 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan; Pasal 3, 4, dan Pasal 7 huruf i UU RI No 22 Tahun 2022 tentang Permasyarakatan; Pasal 3, Pasal 11, Pasal 24, dan Pasal 25 Peraturan KPK No 01 Tahun 2012 tentang Perawatan Tahanan pada Rumah Tahanan KPK; Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas KPK No 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Etik Perilaku KPK," lanjutnya.
15 orang mantan pegawai rutan KPK dinilai sudah memperkaya diri sendiri dari pungli yang dilakukannya. Jaksa meyakini mereka melanggar Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
"Telah melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain," kata jaksa.
Adapun rincian keuntungan masing-masing terdakwa dalam kasus pungli di rutan KPK:
1. Deden Rochendi seluruhnya sejumlah Rp 399.500.000
2. Hengki seluruhnya sejumlah Rp 692.800.000
3. Ristanta seluruhnya sejumlah Rp 137.000.000
4. Eri Angga Permana seluruhnya sejumlah Rp 100.300.000
5. Sopian Hadi seluruhnya sejumlah Rp 322.000.000
6. Achmad Fauzi seluruhnya sejumlah Rp 19.000.000
7. Agung Nugroho seluruhnya sejumlah Rp 91.000.000
8. Ari Rahman Hakim seluruhnya sejumlah Rp 29.000.000
9. Muhammad Ridwan seluruhnya sejumlah Rp 160.500.000
10. Mahdi Aris seluruhnya sejumlah Rp 96.600.000
11. Suharlan seluruhnya sejumlah Rp 103.700.000
12. Ricky Rachmawanto seluruhnya sejumlah Rp 116.950.000
13. Wardoyo seluruhnya sejumlah Rp 72.600.000
14. Muhammad Abduh seluruhnya sejumlah Rp 94.500.000
15. Ramadhan Ubaidillah seluruhnya sejumlah Rp 135.500.000