Agen Gas Meradang, Pajak Biaya Kirim Dinilai Tidak Adil

Warga memperlihatkan tabung Liquefied Petroleum Gas (LPG) ukuran 3 kg di Depot LPG Pulau Layang, Plaju, Palembang, Sumatera Selatan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Jakarta, VIVA – Ratusan agen gas LPG 3 kg mengeluh karena dipaksa membayar pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas biaya pengiriman gas dari agen ke pangkalan. Padahal, menurut mereka, biaya pengiriman ini sudah diatur oleh pemerintah daerah dan bukan merupakan keuntungan tambahan bagi agen.

PPN Naik Jadi 12 Persen Orang Kaya Malah Mau Dapat Tax Amnesty Jilid III, Ada Ketidakadilan?

Aturan pajak ini muncul berdasarkan Nota Dinas Nomor ND-247/PJ/PJ.03/2021 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 22 Desember 2021. Mereka menyatakan bahwa biaya pengiriman dianggap sebagai tambahan penghasilan yang harus dikenai pajak. Namun, para agen dan ahli hukum berpendapat bahwa aturan ini keliru.

Ilustrasi agen gas LPG 3 kg

Photo :
  • Antara
Tolak PPN Naik Jadi 12 Persen, YLKI Beberkan Ketidakadilan dalam Pemungutan Pajak

Alasannya, biaya pengiriman ini bukan hasil dari perjanjian atau kesepakatan antara agen dan pembeli, melainkan ditentukan langsung oleh pemerintah daerah. Dengan kata lain, agen tidak memiliki kebebasan untuk menentukan besaran biaya pengiriman. Itu sebabnya, mereka menganggap bahwa memungut pajak dari biaya pengiriman tersebut tidaklah adil.

Cuaca Teger, seorang pengacara pajak yang melakukan advokasi terhadap para agen gas menilai bahwa aturan pajak yang diterapkan oleh DJP tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Menurutnya, memungut pajak harus berdasarkan undang-undang yang jelas, bukan hanya berdasarkan interpretasi dari suatu peraturan.

Pemerintah Harus Jamin Kenaikan PPN 12 Persen Bermanfaat Kembali ke Rakyat

“Dalam teori dikenal dengan no taxation without representation (tidak ada pajak tanpa undang undang) atau taxation without representation is robbery (pajak tanpa undang undang adalah perampokan),” tegas Cuaca Teger dalam keterangan resmi kepada VIVA Selasa, 3 September 2024.

Ilustrasi gas elpiji LPG

Photo :
  • Pertamina

Jika aturan pajak ini tetap diberlakukan, maka akan berdampak pada agen gas yang harus menanggung beban pajak tambahan. Selain itu, sambung Teger hal ini juga dapat memicu ketidakpastian hukum dalam sektor distribusi gas LPG.

Sementara itu, Ahli Hukum Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Oce Madril menyatakan bahwa memungut pajak tanpa dasar hukum yang jelas merupakan tindakan yang melanggar hukum. Hal ini juga bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa setiap pengenaan pajak harus berdasarkan undang-undang.

Pekerja menyusun tabung Liquefied Petroleum Gas (LPG) ukuran tiga kilogram

Photo :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

“Tindakan pengenaan pajak terhadap masyarakat tanpa dasar hukum yang jelas (lex certa) dan hanya berdasarkan interpretasi hukum, berpotensi menimbulkan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang,” ucap Oce Madril.

Para agen gas berharap agar pemerintah dapat meninjau kembali aturan pajak tersebut dan memberikan kejelasan hukum terkait dengan masalah ini. Mereka menginginkan agar biaya pengiriman gas tidak lagi dikenakan pajak, mengingat biaya tersebut sudah diatur oleh pemerintah daerah dan bukan merupakan keuntungan tambahan bagi mereka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya