Soroti Bullying PPDS yang Mengkhawatirkan, DPR: Evaluasi, Waktunya Berbenah!

Kompleks Gedung MPR DPR dan DPD
Sumber :
  • vivanews/Andry

Jakarta, VIVA - Insiden dugaan bunuh diri yang dilakukan dr. Aulia Risma karena jadi korban bullying jadi sorotan DPR RI. Apalagi, ada fakta baru terkait adanya pemalakan yang dilakukan senior sebesar Rp 20-40 juta. 

Komjen Setyo Budiyanto Terpilih jadi Ketua KPK, Yudi Purnomo: Ada Tugas Berat Memulihkan Kepercayaan Publik

DPR RI mendesak Pemerintah untuk segera melakukan reformasi sistem Program Pendidikan Spesialis (PPDS) yang diduga kental dengan unsur bullying.

"Perundungan di lingkungan pendidikan tidak bisa lagi dianggap sepele. Reformasi sistem pendidikan kedokteran spesialis dan pengawasan yang sangat ketat mutlak dilakukan," kata Anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina, Senin, 2 September 2024. 

DPR Telah Pilih Lima Dewas KPK Periode 2024-2029, Tumpak Hatorangan: Mudah-mudahan Lebih Baik

Arzetti bilang kasus ini harus jadi perhatian khusus karena ada upaya pemerasan dan masuk kategori kriminal. 

"Harus ada pertanggunjawaban secara pidana. Ini sangat mengkhawatirkan karena perundungan bukan lagi soal fisik dan mental, tapi pemerasan juga,” tuturnya.

Profil 5 Dewas KPK Periode 2024-2029, Ada Eks Jenderal Polisi hingga Mertua Komika Kiky Saputri

Menurut dia, kematian dr.Aulia juga jadi peringatan keras bagi sistem pendidikan residensi dokter spesialis. Dia mengatakan demikian karena perundungan terjadi di lingkungan profesi yang dihargai oleh banyak masyarakat yaitu dokter. 

Bagi Arzetti, kasus ini juga harus jadi momentum semua pihak untuk berbenah. 
"Perundungan di lingkungan pendidikan, apalagi di bidang kedokteran, sangat merusak proses pembentukan karakter dan kualitas profesional calon dokter yang akan melayani masyarakat," jelas Arzeti. 

Anggota BKSAP DPR RI, Arzeti Bilbina

Photo :
  • DPR RI

Dia menyoroti permintaan uang di luar biaya pendidikan yang sudah ditetapkan dinilai merupakan pelanggaran etika serius. Kata Arzeti, hal itu menunjukan adanya praktik yang tak sehat dan merugikan banyak peserta didik spesialisasi dokter.

Lebih lanjut, dia menyebut permintaan uang yang tidak wajar menunjukkan adanya ketidakadilan dalam akses pendidikan. 

"Tidak semua mahasiswa memiliki kemampuan finansial yang sama, sehingga praktik seperti ini dapat menghambat mahasiswa yang kurang mampu untuk melanjutkan studi," ujar Arzeti.

Arzeti menekankan Pemerintah khususnya Kementerian/Lembaga yang punya sekolah atau layanan pendidikan khusus untuk menciptakan sistem pendidikan yang aman, sehat dan berkualitas. Menurut dia, hal itu untuk mencetak lulusan yang berkualitas.

Dikatakan dia, lingkungan pendidikan seharusnya jadi tempat yang aman dan kondusif bagi para mahasiswa dan residen untuk berkembang. 

"Bukan menjadi sarang perundungan dan intimidasi yang merusak mental mereka," ujar Arzeti. 

Dia pun mendorong Pemerintah untuk melakukan evaluasi sistem pendidikan spesialis kedokteran di Indonesia. Hal itu melihat sudah terbukti banyaknya kasus perundungan di jalur PPDS. 

Arzeti mengatakan, pengawasan dan perlindungan terhadap mahasiswa dan residen ini harus diutamakan.

“Evaluasi harus mencakup perbaikan dalam tata kelola pendidikan kedokteran spesialis, pembentukan mekanisme pengaduan yang aman dan efektif, serta penegakan aturan yang tegas terhadap tindakan perundungan,” kata legislator asal Jawa Timur itu.

Kemudian, ia mengatakan pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat mesti bekerja sama untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, sehat, dan berkualitas. 

"Hanya dengan demikian kita dapat memastikan bahwa para lulusan kita siap untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat Indonesia," tutur Arzeti. 

Kata dia, program pendidikan kedokteran spesialis pun disebut harus melingkupi juga tentang kesehatan mental bagi semua pihak yang terlibat. Hal itu termasuk untuk senior maupun pengajar. “Isu mental health ini bukan lagi jadi sekadar wacana. Karena buktinya valid dan nyata," sebut Arzeti.

Kemenkes menyampaikan masih banyak kasus bullying dan perundungan di lingkungan PPDS. Dari data Kemenkes hingga Agustus 2024, setidaknya ada 234 laporan perundungan di PPDS dengan program studi (prodi) penyakit dalam jadi yang paling banyak. 

Dari data Kemenkes, ada 399 dokter yang mengalami depresi dengan kategori berat dan berniat mengakhiri hidup berdasarkan survei di lingkungan PPDS. Kemenkes menyampaikan, dr. Aulia jadi salah satu peserta PPDS yang ikut dalam penelitian.

“Data-data ini kan sudah jelas ya. Maka tidak perlu lagi ada pihak-pihak yang melakukan pembelaan diri. Apalagi sampai menutup-nutupi budaya perundungan di lingkungan PPDS," lanjut Arzeti. 

"Sekarang waktunya berbenah, karena mata rantai perundungan harus diputus,” ujar Arzeti.

Dari hasil penyelidikan sementara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), diketahui almarhumah dr. Aulia diduga kerap dipalak oleh seniornya sebanyak Rp20-40 juta. Pemalakan tersebut terjadi sejak semester pertama dari Juli-November 2022.

Menurut investigasi Kemenkes, uang yang ‘dipalak’ para senior ke dr. Aulia dan para juniornya dengan nominal hingga Rp40 juta. Uang itu diduga ternyata digunakan untuk menyewa jasa penulis lepas untuk membuat naskah akademik dan menggaji para OB. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya