Ricuh, Pensiunan PTPN Gelar Unjuk Rasa saat Acara Perusahaan Tuntut SHT Rp 400 Miliar
- VIVA.co.id/Muhammad AR (Bogor)
Bogor, VIVA – Para pensiunan purna karya, PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) yang kini menjadi PTPN 1 Regional 2 berunjuk rasa saat para pimpinan menggelar rapat Tea Walk dan Penganugeahan Kinerja 2024 di Kebun Teh Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Aksi para pensiunan ini menunut agar perusahaan pelat merat tersebut membayarkan Santunan Hari Tua (SHT) kepada 5.000 pensiunan dengan total Rp 400 miliar.
Para pensiunan yang terhimpun dalam Sapaham Sahati Sajiwa (TRI S) ini mengelar aksi dan merangsek masuk ke area Kebun Teh Gunung Mas. Sempat terjadi aksi dorong dan pemukulan saat para penisunan yang mayoritas lansia itu berusaha masuk ke area Gunung Mas. Petugas PTPN di lokasi yang menutup lokasi dan mencegah massa masuk.
"Tujuan demo kami untuk mendapatkan hak-hak kami sebagai purna karya atas Santunan Hari Tua atau SHT yang sudah tertuang dalam SK pensiun, dan sudah empat tahun lebih tidak dibayar," kata Ketua Sapaham Sahati Sajiwa (TRI S) Pensiunan PTPN VIII Yani Dahyani, di lokasi kepada VIVA, Kamis, 29 Agustus 2024.
Yani mengatakan, para pensiunan rata-rata bekerja puluhan tahun menghabiskan usianya bekerja di PTPN. Saat ini terdapat 5.000 pensiunan eks PTPN VIII yang belum menerima haknya dengan total 400 miliar, termasuk dia sebesar  Rp 767 juta dari SK yang diterbitkan PTPN.
"Itu empat tahun lalu, saya hanya menerima setiap Lebaran 3 juta; ada yang bekerja 30 tahun, 39 tahun," ujarnya.
Yani menyampaikan, para pensiunan sudah berupaya dengan mendatangi perusahaan di Jakarta. Kemudian upaya dilakukan dengan mendatangi Kementerian BUMN dan ke Komisi VI DPRI.
"Kami belum ke PTUN karena sebelum upaya hukum kami ingin duduk dengan pihak manajemen menuntut seperti apa komitmennya, baru kami mengambil langkah hukum," ujarnya.
Kedatangan mereka ingin memperoleh kejelasan secara tertulis sebagai bentuk komitmen perusahaan berupa jadwal pembayaran santunan hari tua bagi pensiunan yang belum bisa dibayarkan.
"Ketiga kami ingin duduk satu meja dengan pengambil keputusan dalam hal ini direktur holding dari pihak manajemen, tanpa melibatkan kelompok lain di luar kami yang tidak berkepentingan dengan santunan hari tua," katanya.
Akibat tidak dibayarkannya SHT itu, kata Yani, banyak pensiunan yang menderita dan hidup tidak bekecukupan. Selama bekerja sebagian besar dari 5.000 karyawan hanya Rp 200 ribu per bulan, dan seharusnya SHT menjadi bekal pensiun untuk usaha, menyekolahkan anak, membeli kebutuhan hidup.
Selain itu, selama memperjuangkan SHT banyak pensiunan yang jatuh sakit tidak bisa berobat hingga meninggal dunia. Bahkan, tunjangan kematian terlambat dibayarkan. Untuk itu, para pensiunan mengancam akan terus menggelar aksi unjuk rasa jika hak pensiun para karyawan tidak dibayarkan.
"Masih banyak teman-teman hidup di bedeng dan hidup tidak layak, kami memilih demo di sini karena seluruh holding management sedang rapat di sini sehingga efektif untuk menyuarakan aspirasi kami, karena kami saat ke pusat hanya diterima bagian SDM, tidak ditemui direksi. Kami akan demo sampai hak kami tuntas," ujarnya.