Dedi Mulyadi Butuh Strategi Gaet Pemilih Berbasis Agama di Pilgub Jabar
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Bandung, VIVA - Guru Besar Ilmu Politik Universitas Padjajaran (Unpad) Muradi menilai langkah Dedi Mulyadi yang menggandeng Erwan Setiawan dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat 2024 akan memunculkan konstelasi politik yang dinamis.
Pasangan dari Partai Gerindra dan Golkar itu harus bekerja ekstra keras untuk meraih ceruk pemilih yang berbasis agama atau religius. Pasalnya, jika berkaca pada Pilgub Jabar sebelumnya, kombinasi tokoh nasionalis dan religius atau sebaliknya selalu memenangkan kontestasi politik.
Pada tahun 2008 Ahmad Heryawan atau Aher menggandeng sosok nasionalis Dede Yusuf, kemudian tahun 2013 Aher kembali maju di Pilgub Jabar bersama sosok nasionalis Dedi Mizwar.
Formula tradisional itu dilakukan juga di tahun 2018. Kala itu, pasangan Ridwan Kamil - Uu Ruzhanul berhasil memenangkan pertarungan politik tertinggi di Jawa Barat tersebut.
"Jadi kan memang di sini (Jabar) variasi. Kalau membaca peta politik di Jawa Barat kan sebelah utara itu lebih Nasionalis, sebelah tengah Selatan agamis," ujar Muradi, Selasa 27 Agustus 2024.
"Saya sih menangkapnya ini agak repot buat Golkar kalau mesin Politiknya enggak jalan. Gerindra dan Golkar ini kan besar tapi di bawah kan masih jauh jika dibanding PDIP atau PKS mesin politiknya," katanya.
Lebih lanjut, Muradi menuturkan, Pilgub Jabar 2024 sejatinya menjadi momentum yang baik bagi Dedi Mulyadi. Hal ini dikarenakan pesaing kuatnya Ridwan Kamil memilih untuk berlaga di Pilkada DKI 2024.
Namun, popularitas tinggi yang dimiliki Dedi Mulyadi tidak akan berubah menjadi elektabilitas jika salah dalam memilih pasangan dalam Pilgub Jabar 2024.
Hal itu terbukti pada Pilgub Jabar tahun 2018 lalu, kala itu Dedi Mulyadi maju berpasangan dengan Dedi Mizwar yang sama-sama diidentifikasi sebagai tokoh nasionalis. Hasilnya, popularitas Dedi Mulyadi tidak mampu berbuah menjadi suara atau elektabilitas.
"Ya semua orang tahu Dedi Mulyadi terkenal lewat YouTube dan sebagainya, tapi belum tentu dipilih. Popularitas belum tentu kemudian kemudian jadi elektabilitas. Dari konteks ini saya kira penting buat Pak Dedi Mulyadi mempertimbangkan betul karena kan sampai hari ini gak cuma nasionalis," tutur Muradi.
"Erwan menurut saya akan baik kalau dia di Sumedang. Kalau di Jabar, khawatirnya sama seperti kemarin Dedi Mulyadi Dedi Mizwar ya. Jadi menang di Popularitas tapi gak menang di Elektabilitas," sambungnya.
Senada dengan Muradi, Direktur Eksekutif Indonesian Politics Research & Consulting (IPRC), Indra Purnama juga memiliki analisi serupa.
Menurutnya, pasangan Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan rentan kehilangan ceruk suara pemilih berbasis agama, jika melihat tren kemenangan dalam tiga kali Pilgub di Jawa Barat.
"Saya pikir rentan yah, kita kembali ke tren yah kebelakang selalu dimenangkan oleh seminimal mungkin ada satu partai politik yang mewakili kelompok entitas keagamaan yah. Dan hari ini ketika Pak Dedi Mulyadi dan Kang Erwan saya pikir kelompok pemilih agama ini nantinya akan rentan bergeser ke PKS atau ke PKB," ujar Indra.
Namun, Indra menambahkan pasangan ini bisa unggul jika berhasil mengesampingkan atau menggeser isu pemilih yang berbasis keagamaan.
"Ini (pemilih berbasis agama) akan sangat berpengaruh, atau isu keagamaan ini mampu digeser oleh pasangan Dedi dan Erwan. Jadi (pasangan Dedi dan Erwan) sangat berpotensi untuk kehilangan ceruk terutama kelompok pemilih agama," tuturnya. (Adi Suparman)