Aksi Demo Tolak Revisi UU Pilkada di Semarang Ricuh, Aparat Tembakkan Gas Air Mata

Aksi demo di depan gedung DPRD Jawa Tengah
Sumber :
  • x @Ambyar_07

Semarang, VIVA – Aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jawa Tengah, Semarang, berakhir ricuh pada Kamis, 22 Agustus 2024.

Ratusan Buruh Bekasi Gelar Aksi, Tuntut Kenaikan Upah hingga 10 Persen

Aksi ini dilakukan untuk menolak revisi Undang-Undang Pilkada yang dianggap mengancam prinsip-prinsip demokrasi.

Massa aksi, yang didominasi oleh mahasiswa dari berbagai universitas di Semarang seperti Universitas Negeri Semarang (UNNES), Universitas Diponegoro (Undip), dan Universitas Negeri Islam (UIN) Semarang, awalnya menggelar aksi damai dengan menaburkan bunga sebagai simbol matinya demokrasi di Indonesia.

Dosen Sindir Anggota DPRD Termuda Jateng, Fakta Siswi SMP Dibunuh hingga Duel Taruna Vs Perwira

Peserta aksi juga melakukan orasi yang bertujuan menumbuhkan semangat perjuangan di tengah para demonstran.

Namun, suasana mulai memanas ketika para demonstran bergerak menuju sisi utara Gedung DPRD Jawa Tengah dan mencoba menjebol pintu gerbang.

Kata Brigjen Trunoyudo Soal Polri Dilaporkan ke KPK terkait Dugaan Mark Up Gas Air Mata

Aparat keamanan yang bertugas di lokasi kejadian akhirnya melepaskan tembakan gas air mata untuk membubarkan massa yang semakin tak terkendali.

Dokumentasi dari aksi ini banyak beredar di media sosial, salah satunya dibagikan oleh akun X dengan nama pengguna @Ambyar_07, yang menunjukkan situasi saat kericuhan terjadi.

Tembakan gas air mata yang ditembakkan oleh aparat keamanan langsung membuat barisan peserta aksi berantakan, dengan banyak demonstran berhamburan mencari perlindungan akibat perihnya gas tersebut.

Keos pun tak terhindarkan, beberapa peserta jatuh terhuyung-huyung, sementara yang lain terpaksa mundur untuk menghindari dampak lebih lanjut, mengakibatkan formasi aksi yang sebelumnya teratur menjadi kacau balau.

Bukan hanya di Semarang, aksi demonstrasi juga dilakukan di kota lain seperti Jakarta dan Yogyakarta.

Mereka melakukan demonstrasi karena respons terhadap sikap pemerintah dan DPR yang enggan sepenuhnya mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan syarat pencalonan kepala daerah dalam revisi UU Pilkada.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya