Sudirman Said: Nepotisme Terang-terangan Dicontohkan Pimpinan Tertinggi Negara
- Syaefullah/VIVA.co.id
Jakarta, VIVA – Saat ini masyarakat Indonesia baik dari aktivis, tokoh politik hingga mahasiswa ramai-ramai menggemakan hastag kawal putusan MK.
Bahkan gerakan kawal putusan MK dengan simbol Peringatan Darurat berlogo Garuda yang berlatar biru ramai-ramai digaungkan di media sosial atas keprihatinan kondisi Indonesia saat ini.
Hal ini karena Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dijadwalkan rapat pembahasan pengesahaan Revisi Undang-Undang (UU) tentang Pilkada setelah putusan MK yang dinilai hanya untuk kepentingan segelintir orang, bukan untuk kepentingan rakyat.
Atas kondisi politik saat ini, Ketua Institut Harkat Negeri Sudirman Said angkat bicara, "Kolusi telah merusak sistem pengawasan antar lembaga, sementara nepotisme semakin marak, bahkan dipertontonkan secara terang-terangan oleh pimpinan tertinggi negara," kata Sudirman Said di Jakarta, Kamis 22 Agustus 2024 dikutip dari keterangan resminya.
Sudirman Said menjelaskan, sumber dari seluruh kerumitan yang dihadapi bangsa saat ini adalah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang semakin terang-terangan dilakukan oleh para elit kekuasaan.
Bahkan fenomena ini, sambung Sudirman, terlihat jelas di seluruh sektor, mencakup berbagai lapisan, dan terjadi di semua cabang pemerintahan—baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Ia pun mengkritik kebijakan pimpinan negara yang dinilai memaksakan kehendak pribadi dengan menempatkan anggota keluarga di posisi publik tanpa mempertimbangkan kualifikasi dan prosedur yang layak.
Menurutnya, kondisi ini memicu krisis multi-dimensi, mulai dari krisis tata negara hingga krisis demokrasi. Jika situasi ini terus berlanjut tanpa penanganan bijaksana, Sudirman memperingatkan bahwa krisis politik yang lebih besar bisa terjadi, terlebih jika digabungkan dengan krisis ekonomi yang juga sedang mengancam.
“Desain tata negara kita telah menempatkan semua lembaga negara setara. Tidak ada lembaga yang lebih tinggi, sehingga lembaga tinggi negara ini seharusnya bisa menjadi penengah dalam krisis. Namun, yang terjadi justru sebaliknya, pertentangan antar lembaga negara seperti DPR, MK, MA, dan KPU justru dipicu oleh agenda Presiden yang tampak ingin memaksakan kehendaknya sendiri,” jelas Sudirman.
Sehingga solusi dari krisis ini hanya bisa terjadi jika Presiden bersedia menjadi penengah yang netral dan kredibel. Untuk itu, Sudirman menekankan pentingnya Presiden mengesampingkan kepentingan pribadi demi menjaga stabilitas negara.
Dia juga menyerukan agar orang-orang terdekat Presiden mengingatkan secara serius bahaya KKN yang semakin mendorong bangsa risiko besar.
“Ada kewajiban moral orang-orang dekat Presiden untuk mengingatkan bahaya KKN bagi keselamatan negara. Jika kita ingin menyelamatkan negara ini, kita harus segera keluar dari wabah KKN jilid II ," tutup Sudirman Said.