Imparsial Kritik Usulan TNI AD Bisa Lakukan Penegakkan Hukum dalam DIM Revisi UU TNI
- Viva.co.id
Jakarta, VIVA – Baru-baru ini, dokumen daftar inventaris masalah (DIM) rancangan perubahan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI sudah dapat diakses publik. Dalam DIM tersebut salah satunya diusulkan bahwa TNI, khususnya TNI AD, diberikan kewenangan untuk melakakukan penegakan hukum di darat.
Peneliti Senior Imparsial, Al Araf menyebut aturan itu berpotensi mengancam demokrasi dan HAM serta melenceng jauh dari UUD NRI Tahun 1945. Dia menyoroti Pasal 8 huruf b dalam DIM tersebut yang menyebutkan 'Angkatan Darat bertugas menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah darat sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional'.
"Kami memandang, perluasan peran TNI menjadi aparat penegak hukum adalah keliru dan betentangan dengan amanat Pasal 30 ayat (3) UUD 1945," kata Al Araf, Jumat 16 Agustus 2024.
Menurutnya, pada pasal itu, disebutkan bahwa 'Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan laut dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara'. Sedangkan pasal 2 ayat 1 TAP MPR VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri, berbunyi 'Tentara Nasional Indonesia merupakan alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia'
"Penting untuk diingat raison d’etre dibentuknya militer semata-mata dibentuk sebagai alat pertahanan negara untuk menghadapi ancaman perang. Militer tidak pernah dimaksudkan untuk bertugas sebagai aparat penegak hukum," ujarnya
"Sebaliknya militer dilatih, dididik, dipersiapkan dan dipersenjatai untuk perang. Pelibatan militer dalam penegakan hukum akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan aparat penegak hukum lain," ujarnya
Imparsial mendesak agar DPR fokus untuk menegakkan konstitusi dan TAP MPR dengan meletakkan TNI sebagai alat pertahanan negara dan bukan penegak hukum. Dengan demikian Baleg DPR yang sedang membahas revisi UU TNI wajib menolak usulan pasal dalam DIM yang memberikan kewenangan kepada TNI untuk terlibat dalam penegakan hukum.
"Sebagai wakil rakyat, anggota DPR harus dengan sungguh-sungguh menjalankan konstitusi dan tidak melanggar konstitusi,"ujarnya
Imparsial juga mengkritik soal TNI ingin menghapus larangan berbisnis bagi anggota TNI. Ketentuan ini merupakan pandangan keliru serta mencerminkan kemunduran upaya reformasi di tubuh TNI.
"Prajurit militer dipersiapkan untuk profesional sepenuhnya dalam bidangnya yaitu pertahanan, bukan berbisnis. Militer tidak dibangun untuk kegiatan bisnis dan politik karena hal itu akan mengganggu profesionalismenya dan menurunkan kebanggaan sebagai seorang prajurit yang akan berdampak pada disorientasi tugasnya dalam menjaga kedaulatan negara," ujar Al Araf.
Pada titik ini, lajutnya, sudah seharusnya pemerintah tidak lempar tanggung jawab dalam mensejahterakan prajurit dengan menghapus larangan berbisnis bagi prajurit TNI. Penting untuk diingat bahwa, tugas mensejahterakan prajurit merupakan kewajiban negara dan bukan tanggung jawab prajurit secara individu.
"Seharusnya alih-alih menghapus larangan berbisnis bagi TNI aktif, pemerintah dan TNI fokus di dalam mensejahterakan prajurit dan bukan malah mendorong prajurit berbisnis," pungkasnya.