Kemenkes Usut Kasus Dokter AR Bunuh Diri di Semarang
- ANTARA/Andi Firdaus
Semarang, VIVA – AR seorang dokter muda yang ditemukan tewas bunuh diri di kamar kosnya di Semaran, Jawa Tengah. Ia meninggal dunia pada Rabu, 14 Agustus 2024, setelah menyuntikkan obat anestesi ke dalam tubuhnya. Diduga ia tidak kuat menahan perundungan selama menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di Universitas Diponegoro (Undip).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) sedang menginvestigasi kasus bunuh diri dokter Aulia, dengan menunjuk pejabat Inspektur Jenderal mereka bersama timnya.
“Investigasi sudah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, menunjuk Inspektur Jenderal dengan timnya,” kata Mohammad Syahril, Juru Bicara (Jubir) Kemenkes, dilansir dari YouTube tvOne pada Kamis (15/8/2024).
Syahril menjelaskan bahwa instruksi dari Kementerian Kesehatan telah menjabarkan perundungan berdasarkan undang-undang kesehatan menjadi empat kategori. Pertama, perundungan bersifat verbal, yang melibatkan tindakan memaki atau memanggil seseorang dengan julukan yang merendahkan.
Kedua, perundungan yang dilakukan dengan membuat tulisan ejekan. Ini mencakup segala bentuk penghinaan atau sindiran yang ditulis dan ditujukan untuk menyakiti perasaan seseorang.
Selain itu, instruksi tersebut juga mencakup perundungan yang dilakukan melalui digitalisasi, yang mana mengacu pada tindakan perundungan yang dilakukan melalui media digital, seperti media sosial atau pesan teks.
Kategori terakhir adalah perundungan yang bukan verbal dan bukan tertulis, tetapi berupa tindakan yang merugikan, seperti penetapan jam kerja yang melebihi batas, perlakuan tidak profesional, atau pengenaan biaya yang tidak sesuai dengan aturan.
Kasus kematian AR menarik perhatian publik setelah beredar informasi mengenai dugaan perundungan yang dialami AR selama menjalani PPDS Anestesi di Undip. Dugaan ini diperkuat dengan ditemukannya buku harian korban yang mengungkapkan perasaan depresi akibat perlakuan yang diterimanya selama pendidikan.
Menurut Syahril, buku harian milik Aulia bisa menjadi bukti awal untuk mendalami dugaan perundungan yang ia alami sebelum meninggal dunia.
“Khusus kepada almarhumah, ini sedang diselidiki oleh kepolisian dan dari kami Kementerian Kesehatan. Berdasarkan koordinasi dengan kepolisian, memang ada catatan harian oleh almarhumah yang bisa menjadi bukti awal untuk melakukan pendalaman lebih lanjut terhadap kasus ini,” kata Syahril.
Syahril mengklaim bahwa Kemenkes telah mengeluarkan instruksi yang mengharuskan setiap laporan perundungan ditindaklanjuti secara serius dan direspon dengan membentuk tim yang khusus menangani kasus tersebut.
Pada kasus Aulia yang terjadi di RSUP dr Kariadi, Kota Semarang, instruksi ini telah diimplementasikan dengan membentuk sebuah tim khusus di bawah pengawasan Inspektur Jenderal. Tim ini sudah mulai bekerja pada hari Rabu, 14 Agustus 2024.
“Instruksi Kementerian Kesehatan sudah mengharuskan setiap laporan ditindaklanjuti dibentuk tim. Khusus Rumah Sakit Kariadi ini sudah dibentuk di bawah Inspektur Jenderal dan sudah mulai bekerja hari Rabu kemarin,” ungkapnya.
Kemenkes juga telah menghentikan sementara Program Studi (Prodi) Anestesi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro. Hal ini dilakukan untuk melancarkan investigasi yang dilakukan oleh Kemenkes.
(Berita bunuh diri ini tidak untuk ditiru, bila mengalami depresi segera hubungi tenaga medis atau psikiater)