Sebelum Bunuh Diri, Dokter AR Sering Ngeluh Lelah ke Keluarga Selama Pelatihan PPDS
- Tri Handoko
Semarang, VIVA – AR, seorang dokter yang ditemukan tewas bunuh diri di kamar kosnya di Semarang. Ia meninggal dunia pada Rabu, 14 Agustus 2024, setelah diduga menyuntikkan obat anestesi ke dalam tubuhnya. Diduga ia tidak kuat menahan perundungan selama menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di Universitas Diponegoro (Undip).
Sebelum menjalani pendidikan spesialisasi anestesi di Undip, AR bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kardinah Kota Tegal. Hal ini juga dibenarkan oleh Plt Direktur RSUD Kardinah Kota Tegal, dr. Leny Herlina.
“Ia dokter lulus ditahun 2017, kemudian magang di Puskesmas Bandung, kemudian pada tahun 2019 bergabung dengan RSUD Kardinah Kota Tegal,” kata Leny, dilansir dari Youtube tvOne pada Kamis (15/8/2024).
Leny menjelaskan bahwa sebelum memutuskan untuk mengakhiri hidup, AR sering mengeluh lelah kepada keluarganya. Keluarganya pun merespons dengan menyarankan AR untuk beristirahat atau bahkan berhenti dari PPDS.
“Informasi dari keluarga memang mengisyaratkan dalam akhir-akhir waktu ini beliau mengatakan lelah dan capek. Keluarga menyarankan untuk istirahat atau berhenti,” ungkap Leny.
Akan tetapi, Aulia tidak menyebutkan adanya perlakuan buruk dari orang lain. Ia hanya membicarakan banyaknya beban kerja yang ia terima selama PPDS.
“Betul, (lelah) terkait beban kerjanya, tapi beliau tidak mengisyaratkan adanya bullying, tidak eksplisit, tidak tersurat juga. Jadi, tidak bisa kami interpretasikan seperti (bullying), hanya menceritakan bahwa beban kerjanya cukup berat,” jelas Leny.
Padahal, AR dikenal memiliki sikap yang positif selama bekerja di RSUD Kardinah Kota Tegal. Menurut Leny, Aulia merupakan dokter yang baik, sopan, dan profesional dalam pekerjaan.
“Kami selama ini mengenal beliau sebagai sosok yang baik, santun, etos kerjanya luar biasa. Jadi, tugas-tugas yang kami berikan kepada beliau dikerjakan dengan baik,” ungkapnya.
AR sendiri merupakan lulusan Fakultas Kedokteran di Universitas Islam Sultan Agung angkatan 2014, dengan prestasi akademik yang cemerlang. Ia memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,9 dan meraih status cumlaude.
Kasus kematian Aulia menarik perhatian publik setelah beredar informasi mengenai dugaan perundungan yang dialami Aulia selama menjalani PPDS Anestesi di Undip. Dugaan ini diperkuat dengan ditemukannya buku harian korban yang mengungkapkan perasaan depresi akibat perlakuan yang diterimanya selama pendidikan.
Selain itu, ada juga dugaan bahwa AR sudah merasa tidak kuat menjalani program anestesi sejak tahun pertama, tetapi ia tidak bisa mengundurkan diri karena terikat beasiswa yang mana harus membayar penalti sebesar Rp500 juta jika mundur dari pelatihan tersebut.
(Berita bunuh diri ini tidak untuk ditiru, bila mengalami depresi segera hubungi tenaga medis atau psikiater)