Tersangka Korupsi Bantuan Korban Konflik Rp15 M Nongol di Peringatan Hari Damai Aceh
- VIVA.co.id/Dani Randi (Banda Aceh)
Banda Aceh, VIVA – Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Suhendri yang statusnya merupakan tersangka kasus korupsi pengadaan budidaya ikan dan pakan rucah untuk korban konflik di Kabupaten Aceh Timur tahun 2023 tengah jadi sorotan.
Suhendri terlihat menghadiri perayaan Hari Damai Aceh ke 19 di Taman Sari, Banda Aceh pada Kamis, 15 Agustus 2024. Mengenakan pakaian kemeja biru lengan panjang dan celana hitam, Suhendri terlihat hadir dengan duduk di barisan paling depan. Namun, saat dikonfirmasi terkait kasusnya, dia irit bicara.
“Nanti itu biar hukum yang berproses,” kata Suhendri usai pelaksanaan Hari Damai Aceh ke-19.
Suhendri juga sempat bicara soal hak-hak untuk eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Hal itu termasuk pembagian tanah 2 hektare per orang ke eks kombatan GAM.
Dalam kasus yang menjeratnya, Suhendri bersama dua pejabat di BRA dan satu rekanan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan status hukum itu ditetapkan Kejaksaan Tinggi Aceh pada pertengahan Juli 2024.
Mereka terjerat dalam kasus pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah ini yang merupakan program usulan BRA bagi korban konflik di wilayah Aceh Timur. Pengadaan tersebut menghabiskan Rp15,7 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) tahun 2023.
Dalam kontrak kerja pengadaan itu disebutkan ada 9 kelompok yang jadi sasaran penerima. Namun, dalam pelaksanaannya, para ketua kelompok tak pernah menerima bantuan dari BRA. Mereka rata-rata hanya menerima sejumlah uang tunai yang bervariasi dan tidak dalam bentuk bibit ikan.
“Diperoleh fakta ke- 9 kelompok tidak ada menerima bantuan bibit ikan kakap dan pakan rucah serta tidak ada menandatangani berita acara serah terima (fiktif) sehingga tidak sesuai dengan ketentuan,” ujar Ali Rasab.
Dari hasil penghitungan kerugian negara oleh auditor ditemukan terhadap hasil pekerjaan yang sama sekali tidak diterima oleh penerima manfaat. Padahal, pencairan yang masuk ke rekening perusahaan senilai Rp15,3 miliar setelah dikurangi potongan infaq dan PPh. Adapun kasus tersebut masih ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Aceh.