Pemberhentian Prodi Anestesi Undip Dinilai Ceroboh dan Langgar Kewenangan Administrasi

Universitas Diponegoro, Semarang.
Sumber :
  • Teguh Joko Sutrisno/ tvOne.

Jakarta, VIVA – Pemberhentian Program Studi (Prodi) Anestesi di RSUP Dr. Karyadi Semarang oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dinilai sebuah pelanggaran terhadap kewenangan administrasi birokrasi pemerintahan.

Menkes Budi Heran Dilaporkan oleh Komite Solidaritas Profesi Dokter ke Bareskrim: Ini Aneh

Hal ini diungkap Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia, M Nasser. Menurutnya, izin Program Studi dikeluarkan oleh Kemendikbudristek melalui Direktorat Kelembagaan Ditjen Dikti melalui penelitian seksama yang panjang oleh Direktorat Kelembagaan Ditjen Dikti.

"Dengan demikian penutupan Prodi seharusnya juga oleh yang berhak dan memiliki kewenangan menerbitkan izin," kata Nasser dalam keterangan tertulisnya, Kamis 15 Agustus 2024.

Undip dan RS Kariadi Akui Ada Praktik Perundungan di Pelatihan PPDS

Peresmian sekolah vokasi Universitas Diponegoro

Photo :
  • Ist

Nasser menuturkan, Dirjen YanMed Kementerian Kesehatan tidak memiliki kewenangan tersebut sehingga ini adalah sebuah kesalahan fatal produk pemerintahan Jokowi.

Polemik RPMK, Petani Tembakau dan Cengkeh Minta Perlindungan Kementan

"Surat tertanggal 17 Agustus 2024 tentang Pemberhentian Program Anestesi Universitas Dipenegoro di RSUP Dr. Karyadi Semarang yang ditandatangani oleh Dirjen Pelayananan Kesehatan ini, hanya didasarkan pada laporan tanpa dilakukan pemeriksaan yang komprehensif dan menyeluruh," ucapnya.

Ilustrasi bunuh diri.

Photo :
  • Istimewa.

Dalam surat tersebut, alasan pemberhentian dikaitkan dengan dugaan terjadinya perundungan di Program Studi Anestesi UNDIP yang ada di RSUP Dr. Karyadi Semarang yang menyebabkan terjadinya bunuh diri pada salah satu peserta didik di sana.

Lebih lanjut, Nasser mengatakan, keputusan ini tidak hati-hati, tidak teliti, ceroboh dan menggambarkan arogansi pejabat yang berlebihan.

"Dari penelitian cepat yang dilakukan di lapangan almarhumah adalah mahasiswa semester 6 (enam), artinya berada pada posisi senior yang tidak mungkin di-bully. Selain itu korban juga sudah pernah menyampaikan permohonan mengundurkan diri sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesi, konon katanya mendapat penolakan dari Kementerian Kesehatan karena diminta untuk mengembalikan sejumlah dana yang cukup besar," katanya.

Selain itu ada fakta lain bahwa korban telah dioperasi untuk keluhan tulang belakang dan seringkali melakukan konsultasi psikiatrik.

Dari hasil penelitian lapangan tersebut, kata Nasser, maka pengambilan kesimpulan bahwa korban meninggal karena di-bully adalah sesuatu yang tidak berdasar dan berpotensi menyebarkan fitnah.

Menurut mantan Komisioner Kompolnas ini, surat Dirjen ini juga merupakan pelangggaran Pasal 50 Undang Undang No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pendidikan Dokter Spesialis Anestesi itu merupakan pendidikan emergensi yang sangat berat.

"Mereka harus memiki ketahanan mental di atas rata-rata karena dimana-mana beban kerja anestesi sangat tinggi. Maklumlah dokter anestesi harus melayani permintaan aneka dokter bedah, dokter kebidanan, dokter mata, dokter THT dan keahlian lain yang bekerja di ruang operasi, belum lagi beban berat di ruang ICU," ucapnya.

Untuk itu, seorang dokter anestesi harus kuat menghadapi exercise. Perlu juga diketahui bahwa stres, depresi sampai bunuh diri pada dasarkan terkait dengan kekuatan mental sesorang, dimana pemicunya bisa disebabkan oleh berbagai sebab.

Dalam kasus ini, lanjut Nasser, harus diperiksa terlebih dahulu apakah pemicunya faktor eksternal atau justru faktor internal. Adanya temuan buku harian hanyalah salah satu dari petunjuk yang dapat dijadikan alat bukti dan tidak bisa disebut sebagai satu satunya bukti.

"Saya menyayangkan sikap pejabat seperti ini karena tidak memahami dengan benar spesivitas pendidikan anestesi," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya