Gubernur Sumbar Minta BPIP Jelaskan ke Publik soal Larangan Berjilbab Anggota Paskibraka

Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah.
Sumber :
  • istimewa

Padang, VIVA –  Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi, merespons isu pelarangan mengenakan jilbab bagi anggota Paskibraka 2024 yang akan bertugas pada peringatan HUT Kemerdekaam RI ke-79 di Ibu Kota Nusantara (IKN).

BPIP: Persahabatan Imam Masjid Istiqlal dan Paus Fransiskus Tak Langgar Peraturan Katolik

Mahyeldi pun meminta Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) segera menjelaskan kepada publik terkait simpang siur informasi larangan berjilbab itu.  

"Kita berharap BPIP sebagai penanggung jawab Paskibraka 2024, dapat menjelaskan kepada publik. Apakah informasi viral soal larangan menggunakan jilbab bagi anggota Paskibraka itu benar atau hoaks," kata Mahyeldi dalam keterangan resminya, Kamis 15 Agustus 2024.

Kepala BPIP Minta Tambahan Anggaran Rp100 Miliar Buat Sosialisasi Pancasila ke Pegiat Medsos

Pengukuhan Paskibraka 2024 di Istana Negara IKN

Photo :
  • Istimewa

Kata Mahyeldi, jika BPIP memang memberlakukan aturan tersebut, maka hal itu sangat disesalkan, karena sama saja dengan tidak menghormati HAM dan telah melecehkan konstitusi. 

Momen Gemes Kim Soo Hyun Tanya Penggemar Soal Hijab

Sebab kata Mahyeldi, dalam pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945 sudah jelas dikatakan bahwa (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

"Bagi perempuan Muslim atau Muslimah, memakai jilbab itu adalah ibadah. Karena itu, kalau ada yang melarang perempuan beragama Islam memakai jilbab di negeri ini, maka itu berarti sudah tidak menghormati konstitusi. Selain itu, pihak yang melarang perempuan Muslim di Indonesia memakai jilbab telah melecehkan ajaran agama," ujar Mahyeldi.

Oleh karena itu, kata Mahyeldi, jika memang BPIP memberlakukan aturan pelarangan jilbab bagi anggota Paskibraka, maka diharapkan BPIP segera mencabut larangan tersebut. 

"Jika tetap diterapkan aturan seperti ini, maka berarti sudah merupakan kemunduran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan telah menimbulkan keresahan di masyarakat," kata Mahyeldi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya