Pengacara Harvey Moeis Sebut Dakwaan Jaksa Terhadap Kliennya Salah Alamat
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan untuk suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis yang turut serta melakukan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 hingga merugikan negara Rp300 T. Kubu Harvey Moeis pun buka suara akan dakwaan tersebut.
Harvey Moeis juga turut melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) usai menerima uang Rp420 miliar. Sidang dakwaan untuk Harvey Moeis dilakukan pada Rabu 14 Agustus 2024 di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
Pengacara Harvey Moeis, Junaedi Saibih mengatakan tuduhan yang ditujukan kepada kliennya bisa dibilang salah alamat. Ia menilai kewajiban untuk melakukan reklamasi atau pemulihan lingkungan pada area pertambangan merupakan kewajiban dari perusahaan pelaksana pertambangan yang telah mendapatkan izin dari pemerintah yang ditandai dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Kewajiban pemulihan lingkungan wilayah tambang yang divaluasi jaksa sebesar Rp 271 triliun (terakhir diperbarui jadi Rp 300 triliun) dipegang oleh pemilik IUP dengan jaminan reklamasi, dan PT Timah sebagai pemilik IUP-nya memiliki dan akan melaksanakan reklamasi wilayah," ujar Junaedi kepada wartawan.
Kemudian, Junaedi turut menyoroti terkait dengan dalil jaksa sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan yakni kerugian lingkungan (ekologis) dan kerugian ekonomi lingkungan merupakan hak negara. Sedangkan biaya pemulihan lingkungan merupakan kewajiban negara. Dalil tersebut menurut Junaedi Saibih tidak dikenal dalam tatanan hukum positif Indonesia.
"Biaya pemulihan itu kewajiban pemilik IUP. Biaya tersebut telah didepositokan oleh pemegang IUP dalam bentuk jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang," jelas Junaedi.
Menurutnya, kliennya itu tidak punya kompetensi yang memungkinkan dirinya bisa mempengaruhi dilakukan atau tidak dilakukannya reklamasi di area pertambangan tersebut.
"HM tidak memiliki posisi ataupun jabatan dalam perusahaan smelter-smelter terkait (smelter yang bekerja sama dengan PT Timah)," kata dia.
Junaedi melanjutkan, skema kerja sama yang terjadi antara PT Timah dan smelter-smelter swasta adalah kerjasama yang terjalin karena kebutuhan PT Timah dalam menaikkan produksi logam timah.
"Harvey Moeis tidak menginisiasi kerja sama sewa-menyewa peralatan processing timah, karena Harvey Moeis, tidak memiliki kompetensi dan kapasitas terkait praktik pertambangan dan produksi timah ini," sambung dia.
Lantas, Junaedi meyakini bahwa kliennya tidak memiliki keterkaitan apalagi kewajiban apapun dalam menanggung pemulihan lingkungan dari aktivitas pertambangan tersebut sebesar Rp 300 triliun.
"Posisi Harvey Moeis nanti akan menjadi fakta persidangan yang terang setelah diluruskan dengan fakta dan bukti dalam persidangan," ucapnya.
Dalam dakwaan juga disebutkan, Harvey Moeis dan tersangka lainnya, Helena Lim, menerima uang Rp 420 miliar dalam kasus korupsi timah. Berkaitan dengan dakwaan tersebut, Junaedi menerangkan, dana tersebut bukan dana yang digunakan oleh gratifikasi melainkan dan CSR (corporate social responsibility) dari seluruh smelter.
Dana yang diperoleh tersebut, digunakan untuk berbagai kegiatan community development di Bangka Belitung, seperti sumbangan masjid, sumbangan bencana alam, sumbangan covid dan alat kesehatan, dan lain-lain.
"Sehingga CSR bukan seolah-olah ada, tapi memang benar adanya, dan bukan bertujuan memperkaya diri sendiri maupun orang lain, tetapi untuk berbagai kegiatan community development yang akan disampaikan pada tahap pembuktian" beber Junaedi.
Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, menurut Junaedi, segala tuduhan yang dialamatkan kepada kliennya tidaklah tepat. Bahkan, ia juga mempertanyakan aksi penyitaan terhadap kekayaan Harvey Moeis dan Istrinya yang dinilai tidak bekaitan dengan tuduhan korupsi tersebut.
"Harta yang disita saat ini adalah harta dari penghasilan Harvey Moeis sendiri sebagai pengusaha, bahkan terdapat pula aset yang merupakan hasil dari jerih payah istrinya, contohnya seperti 88 tas branded itu merupakan hasil endorsement," pungkas dia.
Diketahui, Harvey Moeis didakwa melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk melalui PT Refined Bangka Tin dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 4 UU 8 tahun 2010 tentang Pemberantasan TPPU.