Harvey Moeis Kondisikan 27 Smelter untuk Setor 5 Persen Bijih Timah
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Jakarta, VIVA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membacakan dakwaan terhadap terdakwa suami Sandra Dewi, Harvey Moeis terkait dengan kasus korupsi Timah. Harvey Moeis dinilai telah mengondisikan 27 smelter swasta untuk memberikan setoran sebanyak 5 persen biji timah yang diekspor.
"Terdakwa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin mewakili PT Refined Bangka Tin mengadakan pertemuan dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Alwin Akbar selaku Direktur Operasi PT Timah Tbk dan 27 (dua puluh tujuh) pemilik smelter swasta untuk membahas permintaan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Alwin Albar atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota eskpor smelter-smelter swasta tersebut karena bijih timah yang diekspor oleh smelter-smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk," ujar Jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu 14 Agustus 2024.
Jaksa juga menilai bahwa Suparta dan Reza Andriansyah meminta kepada CV Venus Inti
Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada terdakwa Harvey Moeis sebanyak USD500 s/d USD750 per ton yang seolah-olah dicatat sebagai Coorporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola oleh Harvey Moeis atas nama PT Refined Bangka Tin.
"Terdakwa Harvey Moeis menginisiasi kerjasama sewa alat procesing untuk penglogaman timah smelter swasta yang tidak memiliki Competent Person (CP) antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa dengan PT Timah, Tbk," kata Jaksa.
Kemudian, Harvey juga melakukan negosiasi dengan PT Timah Tbk terkait dengan sewa menyewa smelter swasta hingga menyepakati harga sewa smelter tanpa didahului study kelayakan (Feasibility Study) atau kajian yang memadai/mendalam. Hal itu dilakukan sesuai dengan pengetahuan dari Suparta dan Reza Andriansyah beserta smelter swasta yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa dengan PT.Timah, Tbk.
Pengondisian itupun bermula ketika, Suranto Wibowo yang merupakan Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019 menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) periode 2015-2019 ilegal terhadap 5 (lima) perusahaan smelter.
Hanya saja, RKAB itu digunakan sebagai formalitas untuk mengakomodir pengambilan dan pengelolaan bijih timah secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah Tbk.
RKAB itu seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya bukan sebagai legalisasi untuk pengambilan dan mengelola bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Singkatnya, pada tahun 2019 akhirnya RAKB itu justru memberikan persetujuan kepada PT Timah Tbk. tanpa kajian n dan studi kelayakan yang memadai/mendalam, sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan baik di kawasan hutan maupun di luar Kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah, Tbk, berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan.
"Terdakwa Harvey Moeis pun bersama dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra dan Alwin Albar menyepakati harga sewa peralatan processing penglogaman timah sebesar USD 4000/ton untuk PT. RBT dan USD3700/ton untuk 4 smelter (PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa) tanpa kajian/feasibility study (studi kelayakan) dengan kajian dibuat tanggal mundur," kata jaksa.
Harvey Moeis juga menerima 'biaya pengamanan' dari perusahaan smelter yaitu PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa yang selanjutnya diserahkan kepada terdakwa Harvey Moeis.
Dalam perkara ini, Harvey Moeis didakwa Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Tahun 2010 tentang TPPU.